pengembanganlebih lanjut dan evaluasi pengembangan yang telah dilaksanakan. Pengembangan terutama harus dilakukan untuk bidang pariwisata karena saat ini masih tahap pembentukan awal, namun desa cihirup memiliki potensi pariwisata yang bagus yaitu bangong. DAFTAR PUSTAKA Alma, B. 2003. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa.Edisi 2. 3S Prinsip Pengembangan Pariwisata Senin, Februari 6 3S, Prinsip Pengembangan Pariwisata Guru Geografi 06 Februari Geowisata Pariwisata merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat di era modern saat ini. Kegiatan pariwisata dapat meningkatkan pendapatan daerah dan menjadi pendongkrak citra negara Indonesia di mata dunia. denganadanya kegiatan pariwisata; dan 3) Bagaimana pendapat mereka terhadap dampak-dampak kegiatan pariwisata (sosial, ekonomi dan lingkungan) di daerah mereka. Masyarakat lokal yang menjadi informan berjumlah 132 orang yang tersebar di 15 (lima belas) desa yang berada di 14 (empat belas) kawasan peruntukan wisata di Kawasan danau Toba. PengembanganPariwisata Jawa Tengah Berbasis Ecology Marine Tourism 2009 tersebut menyatakan bahwa prinsip pengembangan ekowisata meliputi: 1. Kesesuaian antara jenis dan karak-teristik ekowisata; 2. Konservasi, yaitu melindungi, meng- lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai Bagaimanakahprinsip pengembangan kegiatan pariwisata? Jawab: Prinsip pengembangan kegiatan pariwisata yaitu sebagai berikut. Pariwisata harus melibatkan masyarakat lokal dalam pembangunan. Menyeimbangkan antara kebutuhan wisatawan dan masyarakat. Melibatkan para pemangku kepentingan. Memberikan kemudahan kepada pengusaha skala lokal kecil dan MenteriPariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno memastikan pihaknya terus mengedepankan prinsip-prinsip pariwisata berkualitas dan berkelanjutan dalam pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif di Destinasi Super Prioritas (DSP) Labuan Bajo, termasuk DSP serta destinasi lainnya di tanah air. Menparekraf Sandiaga Uno mengatakan, pengembangan pariwisata . The purpose of this study was to know and analyze the implementation of the ecotourism principles by the DKI Jakarta's tourist guides. The study is a survey using a questionnaire developed by the underlying theories of five ecotourism principles. In the early stages, theoretical validation was conducted toward 20 respondents. Validity and reliability test results showed all items are valid. Data was collected using simple random sampling technique involving 71 respondents. The measurement of the implementation used mean score and the result was then described. Two categories of the respondent criteria, the tourist guide level and the working experience were also analyzed using non parametric analysis Mann Whitney dan Kruskal Wallis with SPSS ver. software. The results showed that the tourist guides "often" but not "always" implement the ecotourism principles while on duty. Based on the tourist guide level and the working experience, it is shown that there is a significant difference in implementing the ecotourism principles while on duty. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 51 PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP EKOWISATA OLEH PRAMUWISATA DKI JAKARTA Lenny Yusrini1, Nova Eviana2 Prodi Usaha Wisata, AKPINDO Jakarta lenny4hcd emanova_jenk Abstract The purpose of this study was to know and analyze the implementation of the ecotourism principles by the DKI Jakarta’s tourist guides. The study is a survey using a questionnaire developed by the underlying theories of five ecotourism principles. In the early stages, theoretical validation was conducted toward 20 respondents. Validity and reliability test results showed all items are valid. Data was collected using simple random sampling technique involving 71 respondents. The measurement of the implementation used mean score and the result was then described. Two categories of the respondent criteria, the tourist guide level and the working experience were also analyzed using non parametric analysis Mann Whitney dan Kruskal Wallis with SPSS ver. software. The results showed that the tourist guides “often” but not “always” implement the ecotourism principles while on duty. Based on the tourist guide level and the working experience, it is shown that there is a significant difference in implementing the ecotourism principles while on duty. Keywords ecotourism, ecotourism principles, tourist guide Pendahuluan Latar Belakang Pariwisata berkelanjutan merupakan sebuah proses dan sistem pembangunan pariwisata yang mampu menjamin keberlangsungan atau keberadaan sumber daya alam, kehidupan sosial budaya, dan ekonomi sehingga sumber daya wisata tetap dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang. Dengan kata lain, pariwisata berkelanjutan mampu memberikan manfaat jangka panjang kepada perekonomian lokal tanpa merusak lingkungan. Dengan demikian pembangunan dan pengembangan bidang pariwisata mampu menjaga kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Singkatnya, pembangunan yang dilakukan merupakan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan sustainable tourism. Salah satu bentuk pengelolaan pariwisata berkelanjutan adalah ekowisata. Pergeseran konsep pengelolaan kepariwisataan dari wisata massal mass tourism ke ekowisata menjadi peluang bagi meningkatnya perjalanan wisata ke daya tarik wisata alam. Indonesia sebagai salah satu negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati terbesar di dunia dan memiliki suku bangsa dengan ragam budaya yang sangat besar memiliki potensi pariwisata alam dan budaya yang harus dipertahankan. Kekayaan alam dan budaya ini harus terus terjaga kelestariannya sehingga pengelolaan pariwisata dengan konsep ekowisata sangat sesuai diterapkan di Indonesia. Pengelolaan pariwisata berkonsep ekowisata dapat menjadi jawaban untuk pelestarian sumber daya alam dan budaya yang menjadi modal dasar Indonesia sebagai salah satu destinasi wisata dunia sekaligus memberikan pendidikan alam dan lingkungan bagi wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata alam dan budaya. Menurut United Nations World Tourism Organisation UNWTO, 2012, pariwisata berkelanjutan merupakan pariwisata yang memperhitungkan secara penuh dampak ekonomi, sosial dan lingkungan sekarang dan yang akan datang, menjawab kebutuhan pengunjung, industri pariwisata, lingkungan dan komunitas tuan rumah. Pariwisata berkelanjutan merupakan sebuah proses dan sistem pembangunan pariwisata yang mampu menjamin keberlangsungan atau keberadaan sumber daya alam, kehidupan sosial budaya dan ekonomi sehingga tetap mampu dinikmati oleh generasi yang akan datang. Dengan kata lain, pariwisata berkelanjutan mampu memberikan manfaat jangka panjang kepada perekonomian lokal tanpa merusak lingkungan. Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 53 Prinsip-prinsip keberlanjutan mengacu kepada keseimbangan dan penjaminan keberlanjutan antar dimensi lingkungan, ekonomi dan sosio-budaya dalam pembangunan kepariwisataan. Untuk itu pariwisata berkelanjutan hendaknya 1. Memanfaatkan sumber daya lingkungan yang menjadi elemen kunci dalam pembangunan kepariwisataan secara optimal, menjaga proses ekologi penting dan membantu mengkonservasikan pusaka alam dan keanekaragaman hayati; 2. Menghormati keotentikan sosio-budaya dan komunitas tuan rumah, melestarikan pusaka buatan dan kehidupan budaya masa kini, nilai nilai tradisional, dan berkontribusi terhadap pemahaman antar budaya dan toleransi; 3. Memastikan berlangsungnya operasi jangka panjang, yang memberikan manfaat sosio-ekonomi kepada semua pemangku kepentingan yang terdistribusi secara berkeadilan. Di sisi lain, pariwisata berkelanjutan juga harus menjaga tingkat kepuasan wisatawan yang tinggi dan menjamin pengalaman yang penuh makna bagi wisatawan. Salah satu mekanisme dari pariwisata berkelanjutan adalah ekowisata. Ekowisata pertama kali diperkenalkan oleh The Ecotourism Society TIES sebagai suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan untuk mengkonservasi lingkungan serta menyejahterakan masyarakat Latupapua, 2011. TIES mendefinisikan ekowisata sebagai perjalanan bertanggung jawab untuk menikmati keindahan alam dengan menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Soetopo 2007 menjelaskan bahwa kegiatan ekowisata mengarahkan wisatawan untuk menghargai dan mencintai kekayaan alam dan budaya masyarakat lokal. Oleh karena itu, kegiatan ekowisata mampu menumbuhkan kesadaran dan kecintaan, serta peran aktif untuk memelihara pelestarian lingkungan, sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Setiap wisatawan tentunya menginginkan informasi tentang potensi daya tarik wisata yang dikunjungi. Salah satu unsur pelaksana pariwisata di lapangan yang berperan penting dalam pemberian informasi dan penjelasan mengenai upaya pelestarian alam dan budaya adalah pramuwisata. Dalam suatu perjalanan wisata, pramuwisata menjadi ujung tombak pelayanan karena berinteraksi secara langsung dengan wisatawan. Informasi yang ada di balik setiap daya tarik wisata alam dan budaya tidak dapat tersampaikan secara lengkap tanpa adanya peran pramuwisata. Untuk menjembatani informasi yang dimiliki oleh daya tarik wisata dengan wisatawan maka dibutuhkan jasa pramuwisata. Di Indonesia, wadah yang menghimpun pramuwisata resmi adalah Himpunan Pramuwisata Indonesia HPI. Struktur HPI terdiri atas Dewan Pimpinan Pusat DPP, Dewan Pimpinan Daerah DPW untuk wilayah tingkat I provinsi, serta Dewan Pimpinan Cabang DPC untuk wilayah tingkat II kota/kabupaten. Dalam konteks ekowisata, peran pramuwisata menjadi penting dalam menyampaikan informasi yang dapat menumbuhkan kecintaan dan apresiasi terhadap daya tarik wisata yang dikunjunginya. Untuk itu timbul kebutuhan tuntutan profesionalisme di bidang kepemanduan ekowisata. Dalam Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 57/MEN/III/2009 tentang Penetapan SKKNI Bidang Kepemanduan Wisata dijelaskan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pramuwisata di antaranya yaitu mengembangkan materi penafsiran untuk kegiatan ekowisata. Agar mampu memberikan pendidikan dan pengalaman wisata yang selaras dengan prinsip-prinsip ekowisata, maka persepsi pramuwisata terhadap prinsip inti ekowisata menjadi penting untuk diteliti. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan prinsip-prinsip ekowisata oleh pramuwisata DKI Jakarta? Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 55 Tinjauan Pustaka Pramuwisata Pramuwisata adalah orang pertama yang diajak bicara oleh wisatawan dan seringkali melihat pemandu wisata sebagai wakil atau representasi dari suatu tempat Cole, 2008. Oleh karena itu pramuwisata sering disebut juga sebagai duta negara ambassador of a country. Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menyebutkan bahwa pramuwisata termasuk dalam jenis-jenis usaha jasa pariwisata. Hal ini menunjukkan bahwa pramuwisata memiliki peran penting dalam pelayanan bagi wisatawan. Pramuwisata adalah seorang yang dipekerjakan untuk menemani wisatawan dan memberikan informasi tentang obyek atau tempat-tempat yang menarik untuk dikunjungi di wilayah NKRI Jumail, 2017. Menurut World Federation of Tour Guide Association WFTGA, 2003, pramuwisata adalah seseorang yang memiliki kualifikasi sesuai dengan area lisensinya berada, untuk memandu pengunjung dalam bahasa pilihannya dan menginterpretasikan peninggalan budaya dan alam di suatu daerah. WFTGA dalam hal ini menyatakan bahwa area kekuasaan pramuwisata harus sesuai dengan lisensi yang dimilikinya. Stanton dalam Jumail 2017 juga menegaskan mengenai lisensi ini dengan menyatakan bahwa pramuwisata harus memiliki lisensi. Selain itu disebutkan juga bahwa pramuwisata harus mampu memahami keinginan wisatawan, mengetahui rute-rute wisata, dan tidak hanya memberi informasi tetapi harus mampu menghibur wisatawan. Setiap pramuwisata resmi wajib memiliki lisensi yang dapat diperoleh dengan mengikuti Program Pendidikan dan Pelatihan Diklat Profesi Bidang Kepariwisataan yang dilaksanakan setiap tahun oleh dinas pariwisata di setiap provinsi di wilayah Indonesia. Untuk Provinsi DKI Jakarta, diklat diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta melalui Unit Pelaksana Teknis UPT Pusat Pelatihan dan Sertifikasi Kepariwisataan PPSK yang telah mendapat standar pelayanan mutu ISO 99012008. Program Diklat Pramuwisata terbagi atas beberapa tahapan jenjang atau tingkatan. Peserta Diklat yang lulus berhak memegang Sertifikat dan Lisensi Pramuwisata berdasarkan jenjang atau tingkatan sesuai dengan program Diklat yang telah diikutinya Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor yaitu 1. Pramuwisata Muda / Junior Guide Bagde. Merupakan pramuwisata yang bertugas di Daerah Tingkat II dalam wilayah Daerah Tingkat I tempat sertifikat keahliannya diberikan. 2. Pramuwisata Madya / Senior Guide Bagde. Pramuwisata madya bertugas dalam wilayah Daerah Tingkat I, tempat sertifikat keahliannya dikeluarkan. Seorang pramuwisata muda atau pemula dapat menjadi pramuwisata madya setelah selama lima tahun aktif menjadi pramuwisata. 3. Pengatur Wisata / Tour leader Bagde. Tugas pramuwisata sesuai Kepmenparpostel Nomor adalah 1. Mengantar wisatawan baik rombongan maupun perorangan yang mengadakan perjalanan dengan transportasi yang tersedia. 2. Memberikan penjelasan tentang rencana perjalanan dan obyek wisata, serta memberikan penjelasan mengenai dokumen perjalanan, akomodasi, transportasi dan fasilitas wisatawan lainnya. 3. Memberikan petunjuk tentang obyek wisata. 4. Membantu menguruskan barang bawaan wisatawan. 5. Memberikan pertolongan kepada wisatawan yang sakit, kecelakaan, kehilangan atau musibah lainnya. Huang et al. 2010 mengatakan bahwa performa pramuwisata merupakan salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi kepuasan wisatawan. Terdapat tiga faktor yang membentuk performa pramuwisata, yaitu 1 penyampaian layanan, 2 orientasi wisatawan, dan 3 efektivitas komunikasi. Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 57 Ekowisata Di Indonesia, ekowisata mulai menjadi perhatian mulai tahun 2002 yang ditandai dengan penetapan tahun 2002 sebagai tahun ekowisata dan pegunungan di Indonesia. Ekowisata, yang merupakan pengembangan dari pariwisata dan pariwisata berkelanjutan merupakan konsep pengembangan pariwisata yang berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan alam dan budaya dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat dan pemerintah setempat Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata Di Daerah menyebutkan bahwa Ekowisata adalah kegiatan wisata alam di daerah yang bertanggung jawab dengan memperhatikan unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi sumber daya alam, serta peningkatan pendapatan masyarakat lokal. Choy dalam Asmara dan Suhirman 2012 menjelaskan bahwa ekowisata diberi batasan sebagai bentuk dan kegiatan wisata yang bertumpu pada lingkungan dan bermanfaat secara ekologi, sosial dan ekonomi bagi masyarakat lokal serta bagi kelestarian sumberdaya alam dan pemanfaatan yang berkelanjutan. Terdapat 5 aspek utama untuk berkembangnya ekowisata, yaitu 1 adanya keaslian lingkungan alam dan budaya, 2 keberadaan dan daya dukung masyarakat 3 pendidikan dan pengalaman, 4 berkelanjutan, dan 5 kemampuan, manajemen dalam pengelolaan ekowisata. Kegiatan ekowisata secara langsung maupun tidak langsung mengarahkan wisatawan untuk menghargai dan mencintai alam serta budaya lokal sehingga dapat menumbuhkan kesadaran dan kepedulian wisatawan untuk turut memelihara pelestarian alam. Fennel dalam Pamungkas 2013 menyatakan bahwa ekowisata merupakan wisata berbasis alam yang berkelanjutan dengan fokus pengalaman dan pendidikan tentang alam, dikelola dengan sistem pengelolaan tertentu dan memberi dampak negatif paling rendah pada lingkungan, tidak bersifat konsumtif dan berorientasi lokal, berlokasi di wisata alam dan berkontribusi pada konservasi atau preservasi lokal. Choy dalam Asmara dan Suhirman 2012 menjelaskan bahwa ekowisata diberi batasan sebagai bentuk dan kegiatan wisata yang bertumpu pada lingkungan dan bermanfaat secara ekologi, sosial dan ekonomi bagi masyarakat lokal serta bagi kelestarian sumberdaya alam dan pemanfaatan yang berkelanjutan. Kegiatan ekowisata secara langsung maupun tidak langsung diharapkan akan mengarahkan wisatawan untuk menghargai dan mencintai alam, budaya lokal, sehingga dapat menumbuhkan kesadaran dan kepedulian wisatawan untuk turut memelihara pelestarian alam. Selain bertumpu pada konservasi alam dan budaya lokal, kegiatan ekowisata harus mampu memberikan manfaat secara perekonomian bagi masyarakat lokal. Terdapat 5 aspek utama untuk berkembangnya ekowisata, yaitu 1 adanya keaslian lingkungan alam dan budaya, 2 keberadaan dan daya dukung masyarakat 3 pendidikan dan pengalaman, 4 berkelanjutan, dan 5 kemampuan, manajemen dalam pengelolaan ekowisata. Page dan Dowling 2002 menjelaskan konsep dasar ekowisata ke dalam 5 prinsip inti ekowisata sebagai berikut 1. Nature based produk dan pasar yang berdasar pada alam. Pariwisata alam yang berdasar pada lingkungan alam dengan fokus pada obyek-obyek biologis, fisik, dan budaya. Wisata alam merupakan bagian atau keseluruhan alam itu sendiri termasuk unsur-unsur budayanya. 2. Ecologically suistainable pelaksanaan dan manajemen berkelanjutan. Dari kegiatan wisata diharapkan tidak terjadi kerusakan bagi alam atau lingkungan. Berkelanjutan secara ekologi berarti semua fungsi lingkungan baik biologi, fisik maupun sosial masih tetap berjalan dnegan baik. Suatu temapt yang sudah didatangi manusia tidak mungkin untuk tidak berubah, namun perubahan-perubahan itu harus dapat dijamin tidak mengganggu fungsi-fungsi ekologis yang seharusnya terjadi. Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 59 3. Environmentally educative pendidikan lingkungan bagi pengelola dan pengunjung. Karakteristik pendidikan lingkungan merupakan unsur kunci yang membedakan ekowisata dari bentuk wisata lain. Lebih lanjut wisata diharapkan dapat mengajak wisatawan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang positif terhadap lingkungan dengan cara meningkatkan usaha wisatawan untuk lebih peduli terhadap konservasi atau pelestarian lingkungan. Pendidikan lingkungan dalam kegiatan wisata dapat mempengaruhi perilaku wisatawan sekaligus membantu kelestarian di tempat wisata tersebut. 4. Locally beneficial bermanfaat untuk masyarakat lokal. Kegiatan pariwisata diharapkan dapat memberikan manfaat langsung dan tidak langsung kepada masyarakat lokal. Misalnya masyarakat terlibat dalam kegiatan pelayanan terhadap wisatawan, penjualan barang-barang kebutuhan wisatawan, penyewaan sarana prasarana wisata, dll. Manfaat tidak langsung misalnya pengetahuan yang dibawa oleh wisatawan, bertambahnya wawasan dan hubungan dengan wisatawan, biaya konservasi kawasan dan sebagainya. Selain itu pelibatan masyarakat lokal akan meningkatkan pengalaman wisatawan terhadap budaya kebiasaan dan adat masyarakat lokal. Keuntungan yang didapat oleh masyarakat lokal dapat juga digunakan sebagai biaya konservasi sehingga kelestarian kawasan dapat tetap terjaga. 5. Generates tourist satisfaction memberikan kepuasan bagi wisatawan. Wisatawan akan merasa puas jika segala hal yang dibutuhkan selama kegiatan wisata dapat terpenuhi dengan baik dan memperoleh pengalaman berwisata secara optimal. Tujuan ekowisata dapat dicapai melalui penggunaan interpretasi dalam kepemanduan wisata. Interpretasi merupakan suatu pendekatan untuk mengkomunikasikan pesan terutama di kawasan konservasi alam dan lingkungan, seperti di taman nasional, hutan lindung, museum, kebun binatang dan kebun raya Ham, 1992. Interpretasi tidak hanya menyediakan informasi, tetapi juga mengembangkan pemahaman dan apresiasi terhadap sumber daya alam dan lingkungan serta membantu mengelola dampak dari wisatawan terhadap sumber daya tersebut Eagles, McCool, & Haynes, 2002. Interpretasi terhadap lingkungan dan alam budaya lokal, dan warisan budaya serta penjelasan mengenai perilaku yang sesuai saat berkunjung harus disampaikan kepada wisatawan. Berbagai penelitian terkini menyebutkan bahwa pramuwisata memiliki peran yang lebih dalam ekowisata dan wisata alam, antara lain dalam interpretasi kawasan, serta memotivasi wisatawan untuk mengubah perilakunya agar dapat meminimalisir dampak negatif pada daya tarik wisata. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia SKKNI Bidang Kepemanduan Wisata Undang-Undang Kepariwisataan No 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan menjelaskan bahwa kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pekerja pariwisata, pelayanan, dan pengelolaan kepariwisataan. Pengetahuan knowledge adalah hasil penginderaaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya. Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai dengan menghasilkan pengetahuan dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek. Pengetahuan dipengaruhi oleh 1 tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan lebih mudah menerima dan menyerap hal-hal baru; 2 usia, semakin cukup usia seseorang akan semakin matang dan dewasa dalam berpikir dan bekerja; 3 pengalaman, dapat dijadikan sumber pengetahuan dan dasar untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Keterampilan skill merupakan aplikasi dari pengetahuan sehingga tingkat keterampilan seseorang berkaitan dengan tingkat pengetahuan Notoatmodjo, 2012. Perilaku/sikap attitude adalah tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan obyek psikologi. Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 61 PENGGOLONGAN BERDASARKAN SKKNI PENGGOLONGAN BERDASARKAN HIMPUNAN PRAMUWISATA INDONESIA HPI Pelatihan & Lisensi Pramuwisata Muda Pelatihan & Lisensi Pramuwisata Madya Pelatihan & Lisensi Tour Leader Sikap juga diartikan sebagai suatu konstruk untuk memungkinkan terlihatnya suatu aktifitas Mar’ad, 2001. Untuk memperoleh pramuwisata yang berkualitas maka pemenuhan kompetensi pramuwisata harus dilakukan. Agar kompetensi pramuwisata di seluruh Indonesia terjaga kualitasnya maka acuan kompetensi mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia SKKNI bidang kepemanduan wisata. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pramuwisata juga dituntut memiliki kompetensi yang terkait dengan prinsip-prinsip ekowisata. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 57/MEN/III/2009 tentang Penetapan SKKNI Bidang Kepemanduan Wisata, di dalam unit kompetensi fungsional pemandu wisata terdapat unit kompetensi terkait ekowisata yang harus dimiliki oleh seorang pramuwisata, yaitu melakukan kegiatan yang bersifat interpretasi, mengembangkan materi penafsiran untuk kegiatan ekowisata, meneliti dan membagi informasi umum tentang kebudayaan etnik Indonesia serta menginterprestasikan aspek budaya etnik lokal Indonesia. Gambar 1 Jenjang Pramuwisata Berdasarkan Lisensi dan SKKNI Pada Gambar 1 terlihat bentuk jenjang pramuwisata sesuai dengan lisensi yang dimiliki oleh anggota HPI dan jenjang pramuwisata berdasarkan SKKNI. Lisensi diperoleh oleh pramuwisata setelah mengikuti pelatihan dan ujian sesuai dengan level yang ada agar dapat bertugas di wilayah sesuai lisensinya. Kemudian agar kemampuannya diakui maka pramuwisata tersebut mengikuti uji kompetensi sesuai dengan kualifikasi SKKNI. Metodologi Penelitian Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan merupakan metode deskriptif, yaitu metode penelitian yang dipergunakan untuk memberikan gambaran berdasarkan data-data atau fenomena-fenomena yang ada. Teknik Pengumpulan Data Dalam kegiatan penelitian ini digunakan dua jenis teknik pengumpulan data yaitu angket dan studi kepustakaan. Butir angket dikembangkan berdasarkan 5 prinsip inti ekowisata Page dan Dowling, 2002. Dari setiap indikator selanjutnya akan dikembangkan ke dalam 5 butir pernyataan yang bersifat favorable items. Pilihan jawaban pernyataan disusun ke dalam 5 alternatif jawaban, yang terdiri atas selalu SL dengan bobot 5, sering SR dengan bobot 4, jarang JR dengan bobot 3, kadang-kadang KD dengan bobot 2, dan tidak pernah TP dengan bobot 1. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilaksanakan di Himpunan Pramuwisata Indonesia HPI DPD DKI Jakarta. Penelitian dilaksanakan selama kurun waktu Maret sampai dengan Mei 2018. Populasi & Sampel Dalam penelitian ini, populasi target penelitian adalah seluruh pramuwisata yang terdaftar sebagai anggota HPI DKI Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 63 Jakarta sampai dengan bulan Juni 2018 berjumlah 132 orang. Sedangkan penetapan sampel menggunakan ketentuan besaran sampel n paling sedikit empat atau lima kali banyaknya variabel Supranto, 2010. Responden penelitian adalah 71 pramuwisata, yang ditetapkan berdasarkan accidental sampling technique. Teknik Analisa Data Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa penerapan prinsip-prinsip ekowisata oleh pramuwisata anggota HPI Jakarta. Data dianalisa dengan menggunakan nilai rata-rata mean untuk mendapatkan hasil penilaian penerapan prinsip ekowisata. Untuk beberapa kriteria profil responden, yaitu jenjang pramuwisata dan masa kerja digunakan juga non parametric analysis Mann Whitney dan Kruskal Wallis, dengan bantuan software SPSS ver. untuk mengetahui apakah ada perbedaan penerapan oleh pramuwisata ditinjau dari jenjang dan masa kerja. Pembahasan Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Draf angket ditelaah secara terbatas kepada 20 orang responden untuk uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dilakukan untuk menilai kesesuaian butir pernyataan dengan indikator. Pengujian dilakukan dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment dengan software SPSS ver Hasil pengujian validitas menunjukkan bahwa seluruh butir dalam angket memiliki nilai koefisien korelasi > Maknanya adalah seluruh butir valid karena mampu mengukur apa yang seharusnya diukur Widoyoko, 2012. Seluruh butir selanjutnya digunakan dalam uji reliabilitas. Hasil uji reliabilitas menunjukkan perolehan nilai α = atau > Dengan demikian angket dinyatakan reliabel, sehingga dapat digunakan dalam pengumpulan data penelitian Widoyoko, 2012. Profil Responden Pada Tabel 1 digambarkan profil responden. Secara umum, berdasarkan jenis kelamin dapat dikatakan jumlah pramuwisata pria dan wanita tidak terlalu berbeda, yaitu 56% pria dan 44% wanita. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa dunia kepemanduan wisata tidak memiliki batasan gender, dan diisi baik oleh pria maupun wanita. Selain itu, perkembangan dunia pariwisata yang semakin global menuntut pramuwisata selalu meningkatkan kapasitas dirinya termasuk dalam hal pendidikan. Saat ini jumlah pramuwisata anggota HPI Jakarta yang memiliki jenjang pendidikan tinggi D3 dan sarjana mendominasi yaitu sebesar yaitu 69%. Bidang kerja pramuwisata semakin diminati dan menjadi pilihan profesi. Hal ini dibuktikan dari kategori usia di mana usia produktif di atas 25 tahun 55 tahun menunjukkan jumlah terbesar yaitu 76%. Sementara sisanya sedikit berada pada kategori usia di bawah 25 tahun 14% dan di atas 55 tahun 10%. Profesi pramuwisata sebagai pilihan bidang kerja juga ditunjukkan melalui data masa kerja, di mana profesi ini telah ditekuni selama > 2 tahun oleh pramuwisata. Tabel 1 Profil Responden Tingkat pendidikan SMA/SMK D3 non pariwisata D3 pariwisata Sarjana Usia 17-25 26-35 36-45 46-55 56-65 Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 65 Tabel Lanjutan Jenjang lisensi Pramuwisata muda Pramuwisata madya Tour leader Sumber Hasil olah data, 2018 Penerapan Prinsip-Prinsip Ekowisata Oleh Pramuwisata DKI Jakarta Berdasarkan output olah data diperoleh hasil rata-rata mean penerapan prinsip-prinsip ekowisata oleh pramuwisata DKI Jakarta sebesar sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2 berikut Tabel 2 Rata-Rata Penerapan Prinsip Ekowisata penerapan prinsip ekowisata Angka di atas diterjemahkan ke dalam garis interval nilai rata-rata dengan interval frekuensi diperoleh gambaran sebagai berikut Gambar 2 Garis Interval Penerapan Prinsip Ekowisata Dengan nilai rata-rata penerapan prinsip-prinsip ekowisata oleh pramuwisata sebesar maka angka ini berada pada posisi di antara kategori “sering” dan “selalu” tetapi lebih mendekati “sering”. Secara umum dapat dijelaskan bahwa dalam menjalankan tugas pemanduannya pramuwisata DKI Jakarta sering namun tidak selalu menerapkan prinsip-prinsip ekowisata. Hasil ini menunjukkan bahwa belum semua pramuwisata menyadari pentingnya penerapan prinsip ekowisata selama pramuwisata tersebut bertugas. Penelaahan lebih lanjut dilakukan dengan uji beda dengan menggunakan Kruskal Wallis Test berdasarkan tingkat pendidikan pramuwisata, yang terdiri atas SMA/SMK, D3 non pariwisata, D3 pariwisata, dan sarjana. Usman 2011 menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan karyawan maka akan semakin tinggi kinerja yang ditampilkan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian empirik yang dilakukan oleh Wirawan, et al. 2016 yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan dan pengalaman kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hipotesis yang diterapkan sebagai berikut Ha Terdapat perbedaan penerapan prinsip ekowisata oleh pramuwisata DKI Jakarta berdasarkan tingkat pendidikan. H0 Tidak terdapat perbedaan penerapan prinsip ekowisata oleh pramuwisata DKI Jakarta berdasarkan tingkat pendidikan. Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika nilai signifikansi maka H0 diterima dan Ha ditolak. Berkaitan dengan penerapan prinsip-prinsip ekowisata berdasarkan tingkat pendidikan pramuwisata, pada Tabel 3 diperoleh nilai signifikansi sebesar atau > Tabel 3 Hasil Uji Beda Berdasarkan Tingkat Pendidikan Penerapan prinsip ekowisata b. Grouping Variable tingkat pendidikan Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 67 Tabel 3 menunjukkan hasil bahwa pada penelitian ini tingkat pendidikan pramuwisata DKI Jakarta tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap penerapan prinsip-prinsip ekowisata oleh pramuwisata. Hal ini dibuktikan dengan hasil nilai signifikansi sebesar atau > Hasil ini tidak mendukung penelitian sebelumnya oleh Wirawan et al. 2016. Selanjutnya dilakukan analisa dengan menghitung nilai rata-rata mean penerapan prinsip ekowisata berdasarkan tingkat pendidikan yang hasilnya ditampilkan pada Tabel 4. Hasil olah data menunjukkan bahwa nilai rata-rata penerapan prinsip ekowisata berdasarkan tingkat pendidikan sebesar Tabel 4 Nilai Rata-Rata Berdasarkan Tingkat Pendidikan penerapan prinsip ekowisata Gambar 3 memperlihatkan nilai rata-rata tersebut ketika diterjemahkan ke dalam garis interval. Posisi penerapan prinsip ekowisata berdasarkan tingkat pendidikan berada pada kategori di antara “sering” dan “selalu”, tetapi lebih mendekati “sering”. Gambar 3 Garis interval nilai rata-rata berdasarkan tingkat pendidikan Telaah penerapan prinsip-prinsip ekowisata oleh pramuwisata DKI Jakarta dilakukan juga berdasarkan jenjang lisensi pramuwisata muda, pramuwisata madya, tour leader, dengan hipotesis sebagai berikut Ha Terdapat perbedaan penerapan prinsip ekowisata oleh pramuwisata DKI Jakarta berdasarkan jenjang lisensi. H0 Tidak terdapat perbedaan penerapan prinsip ekowisata oleh pramuwisata DKI Jakarta berdasarkan jenjang lisensi. Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika nilai signifikansi maka H0 diterima dan Ha ditolak. Berkaitan dengan penerapan prinsip-prinsip ekowisata berdasarkan jenjang pramuwisata, pada Tabel 5 diperoleh nilai signifikansi sebesar atau maka H0 diterima dan Ha ditolak. Dilihat dari jumlah pramuwisata berdasarkan masa kerja, jumlah terbanyak ada pada kategori pramuwisata dengan masa kerja lebih dari 2 tahun. Perbandingan antar kelompok pramuwisata berdasarkan masa kerja menunjukkan adanya perbedaan dalam menerapkan prinsip-prinsip ekowisata. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar atau 2 tahun memiliki nilai rata-rata sebesar sementara pramuwisata dengan masa kerja ≀ 2 tahun lebih rendah yaitu Tabel 8 Nilai Rata-Rata Berdasarkan Masa Kerja Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 71 Hasil di atas jika diterjemahkan ke dalam garis interval menunjukkan posisi penerapan prinsip ekowisata berdasarkan masa kerja sebagai berikut Gambar 5 Garis Interval Nilai Rata-Rata Berdasarkan Masa Kerja Pramuwisata dengan masa kerja >2 tahun menunjukkan nilai rata-rata yang lebih tinggi lebih menjauhi “sering” daripada pramuwisata dengan masa kerja ≀2 tahun. Artinya pramuwisata dengan masa kerja >2 tahun lebih sering menerapkan prinsip-prinsip ekowisata selama ia bertugas. Hasil tersebut didukung penelitian Kong 2012 yang menjelaskan bahwa pramuwisata yang memiliki masa kerja lebih dari dua tahun memperoleh informasi lebih banyak mengenai perlindungan lingkungan dibandingkan pramuwisata yang masih baru. Ketika pramuwisata mendapatkan sertifikat kompetensi, mereka telah dibekali dengan beberapa unit kompetensi yang erat kaitannya dengan ekowisata, antara lain unit kompetensi Mengembangkan Materi Penafsiran untuk Kegiatan Ekowisata dan Melakukan Kegiatan yang bersifat Interpretasi. Oleh karena itu, setelah mengikuti pelatihan dan sertifikasi kompetensi, pramuwisata mengetahui bahwa merupakan tugasnya untuk menyampaikan dan memberi contoh perilaku yang sesuai dengan prinsip-prinsip ekowisata. Tetapi dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa belum semua pramuwisata menerapkan prinsip-prinsip ekowisata selama bertugas sering, tetapi tidak selalu. Temuan penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kong 2012 yang meneliti pramuwisata di Cina. Ditemukan bahwa walaupun pramuwisata menyadari bahwa informasi yang disampaikan dapat mengubah persepsi dan perilaku wisatawan terhadap lingkungan, tidak semua pramuwisata menyadari sepenuhnya bahwa memberikan pendidikan lingkungan bagi wisatawan merupakan salah satu tugas mereka. Untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan interpretasi ekowisata maka penting bagi pramuwisata untuk meningkatkan kompetensinya di bidang kepemanduan wisata dengan mengikuti pelatihan terkait ekowisata. Black dan Ham 2005 mengatakan bahwa dalam kegiatan pelatihan tersebut perlu ditekankan tiga peran kunci seorang pramuwisata terkait dengan perilaku sesuai prinsip ekowisata, yaitu 1 sebagai seorang pemberi informasi khusus, 2 sebagai interpreter, dan 3 sebagai motivator untuk nilai-nilai konservasi dan penerapan perilaku yang bertanggung jawab terhadap lingkungan. Beberapa penelitian menemukan bahwa peran pramuwisata utamanya adalah sebagai interpreter, terutama di lokasi dimana perilaku wisatawan yang tidak sesuai dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan Yamada, 2011. Seperti yang disarankan oleh Christie dan Mason 2003, pelatihan terhadap pramuwisata seharusnya tidak hanya meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan pramuwisata tetapi juga memfasilitasi perubahan pada perilaku atas aktivitas lingkungan yang bertanggung jawab. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara 1 menyelenggarakan kunjungan bagi pramuwisata ke taman wisata alam, mengundang pakar untuk memperkenalkan pengetahuan bidang ekowisata, serta menyelenggarakan lokakarya dan seminar yang memungkinkan pramuwisata senior untuk berbagi pengalaman dan informasi mengenai kepemanduan berbasis alam dan lingkungan. Diharapkan melalui kegiatan-kegiatan ini pramuwisata dapat meningkatkan ketrampilan interpretasi dan komunikasi terkait wisata alam dan ekowisata. Pramuwisata senior dapat memotivasi pramuwisata lainnya untuk berkontribusi terhadap pariwisata berkelanjutan. 2 memberikan insentif terhadap pramuwisata yang memiliki performa di atas standar yang ada. Untuk itu, diperlukan penetapan terhadap standar pengukuran perilaku dan interpretasi pramuwisata. 3 menyelenggarakan kompetisi bagi pramuwisata di bidang kepemanduan yang berwawasan lingkungan Kong, 2012. Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 73 Penelitian yang dilakukan oleh Higham dan Carr 2003 menunjukkan bahwa wisatawan mengapresiasi interpretasi yang diberikan oleh pramuwisata dalam rangka meningkatkan kesadaran terhadap isu-isu lingkungan dan menurunkan dampak negatif perilaku wisatawan terhadap lingkungan. Wisatawan juga percaya bahwa kehadiran pramuwisata membantu meminimalisasi perilaku wisatawan yang kurang sesuai saat berada di daya tarik wisata. Hal ini menunjukkan bahwa penting bagi pramuwisata untuk menyadari bahwa peran mereka dalam menyampaikan interpretasi dapat mempengaruhi kepuasan wisatawan. Penelitian lain yang mendukung adanya keterkaitan antara kemampuan interpretasi pramuwisata dengan kepuasan wisatawan juga diperoleh dari Hiwasaki 2006. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa ketidakpuasan wisatawan salah satunya dipengaruhi oleh minimnya pengetahuan pramuwisata tentang budaya lokal dan wawasan lingkungan. Penutup Simpulan dan Saran Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum penerapan prinsip-prinsip ekowisata sering dilakukan oleh pramuwisata DKI Jakarta dalam menjalankan tugas pemanduannya, namun belum pada tahapan selalu menerapkan. Ditemukan juga bahwa tidak ada perbedaan penerapan prinsip ekowisata oleh pramuwisata berdasarkan tingkat pendidikannya. Sementara perbedaan muncul pada jenjang lisensi dan masa kerja. Semakin tinggi jenjang lisensi pramuwisata, dan semakin lama masa kerjanya, maka pramuwisata semakin sering menerapkan prinsip-prinsip ekowisata selama bertugas memandu wisatawan. Mengingat beberapa unit kompetensi fungsional pramuwisata terkait dengan ekowisata, maka seharusnya prinsip-prinsip ekowisata harus selalu diterapkan dalam setiap tugas pemanduan pramuwisata DKI Jakarta. Untuk itu, perlu diberikan pembekalan tambahan sehingga pramuwisata menyadari bahwa merupakan kewajibannya untuk selalu menerapkan prinsip-prinsip ekowisata selama bertugas. Pembekalan tambahan ini juga diharapkan dapat membuat kemampuan pramuwisata terkait ekowisata lebih meningkat. Selain itu, perlu dipertimbangkan pemberian insentif dan apresiasi terhadap pramuwisata yang selalu menerapkan prinsip-prinsip ekowisata selama bertugas. Daftar Pustaka Buku dan Jurnal Asmara, Y. & Suhirman. 2012. Persepsi dan Sikap Masyarakat Terhadap Kegiatan Ekowisata Kampung Cikidang Desa Langensari Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. A SAPPK V V1N2. Black, R. and Ham, S. 2005. Improving the quality of tour guiding towards a model for tour guide certification. Journal of Ecotourism, 43, 178-195, DOI London. Christie, and Mason, 2003. Transformative tour guiding Training tour guided to be critically reflective practitioners. Journal of Ecotourism, 2 1, 1-16. Cole, Stroma. 2008. Tourism, Culture and Development Hopes, Dreams and Realities in East Indonesia. Clevedon Cromwell Press. Eagles, P. F. J., McCool, and Haynes, 2002. Sustainable Tourism in Protected Areas-Guidelines for Planning and Management. Gland, Switzerland IUCN. Ham, S. H. 1992. Environmental Interpretations A Practical Guide for People With Big Ideas and Small Budget. Golden, CO North American Press. Higham. J. E. S., & Carr, A. M. 2003. Sustainable Wildlife Tourism in New Zealand An Analysis of Visitor Experiences. Human Dimensions of Wildlife, 8, 25-36. Huang, S., Hsu, C. H. C., & Chan, A. 2010. Tour Guide Performance and Tourist Satisfaction A Study of Package Tours in Shanghai. Journal of Hospitality and Tourism Research, 273, 291-309. Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 75 Husaini, Usman. 2011. Manajemen Teori, Praktik dan Riset Pendidikan. Jakarta Bumi Aksara. Jumail, Mohamad. 2017. Teknik Pemanduan Wisata. Yogyakarta Penerbit Andi. Latupapua, Yosefita. 2011. Persepsi Masyarakat Terhadap Potensi Obyek Daya tarik Wisata Pantai di Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara. Jurnal Agroforestri Volume VI Nomor 2 Juni 2011. Mar’ad. 2001. Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Bandung Ghalia Indonesia. Notoatmodjo, S. 2012. Metode Penelitian Kesehatan, edisi revisi, Rineke Cipta. Jakarta Kong, Haiyan. 2012. Are Tour Guides in China Ready for Ecotourism? An Importance–Performance Analysis of Perceptions and Performances. Asia PaciïŹc Journal of Tourism Research, 2014 Vol. 19, No. 1, 17–34, Page, S. J., & Dowling, R. K. 2002. Ecotourism. Harlow, England Prentice Hall, Pearson Education. Pamungkas, Gilang. 2013. Ekowisata Belum Milik Bersama Kapasitas Jejaring Stakeholder dalam Pengelolaan Ekowisata Studi Kasus Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 24 No. 1, April 2013. Putra, I Wayan Indra., Suwendra, I Wayan., Bagia, I Wayan. 2016. Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Disilpin Kerja terhadap Kinerja Karyawan. E-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha, Jurusan Manajemen Volume 4 Tahun 2016. Soetopo, Toni. 2007. Provinsi Nusa Tenggara Barat NTB Menghadapi Visit Indonesia Year 2008. Jurnal Komunika Majalah Ilmiah Komunikasi Dalam Pembangunan ISSN 0126-2491 Volume 10 Nomor 2 Tahun 2007. Supranto, J. 2010. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta UI Press. Widoyoko. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta ID Pustaka Pelajar. Wirawan, Ketut Edy., Bagia, I Wayan., Susila, Gede Putu Agus Jana. 2016. Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Kerja terhadap Kinerja Karyawan. E-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen. Volume 4 Tahun 2016 1. Yamada, Naoko 2011. Why Tour Guiding Is Important for Ecotourism Enhancing Guiding Quality With The Ecotourism Promotion Policy in Japan. Asia Pacific Journal of Tourism Research Vol. 16, No. 2, April 2011. Undang-Undang dan Peraturan Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 57/MEN/III/2009 Tentang Penetapan SKKNI Bidang Kepemanduan Wisata Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata SKKNI Fungsional BPW. Kementerian Pariwisata RI. UNWTO. 2012 Definition of Sustainable Tourism. Source diakses 17 Juli 2018. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. WFTGA. 2003. 10th International Convention Dunblane, United Kingdom. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication. Haiyan KongThis study aims to examine tour guides' perceptions about and behavior toward ecotourism. The target respondents were tour guides working in the front line of the tourism industry. A total of 350 data sets were collected in China. An importance–performance analysis was applied to examine the tour guides' perceived importance and performance simultaneously. The findings indicate that although the tour guides have realized the importance of ecological protection, they fail to perform well in educating tourists on the paradigm of ecotourism. Thus, the results may provide useful guidance for tourism management. This study concludes with a discussion of limitations and suggestions for future research. Naoko YamadaThe Ecotourism Promotion Policy in Japan requires tour guiding to be employed, although it provides little rationale for it. This paper reviews the literature to illustrate why tour guiding is important for achieving policy and ecotourism goals in order to support this requirement. An overview of ecotourism policy in Japan is provided, contributions of tour guiding to achieving the policy and ecotourism goals are described, and approaches to strengthening current practices along with the policy are discussed. It is suggested that non-profit organizations offer training to impart knowledge about guiding roles and interpretation at a national level and that ecotourism promotion councils teach knowledge about ecotour products and tourists at a regional certification is one mechanism used to assist in maintaining and improving professional or technical competence in numerous professions. It can potentially be used to assist in improving tour guide performance and raising and maintaining guiding standards. The aim of this research was to critically analyse the development of the Australian EcoGuide Program as a basis for building a model for tour guide certification as one mechanism of improving the quality of tour guiding. This was achieved through a review of the relevant literature, and by analysing the content, process, and elements of the EcoGuide Program, and selected industry stakeholders' views of the Program. A mixed methods approach was adopted and five data collection methods were used a telephone survey, in-depth interviews, focus group interviews, on-site questionnaires and secondary data analysis. Data were collected from six research populations nature/ecotour guides, nature-based tour operators, members of the EcoGuide Steering Committee, EcoGuide assessors, the Department of Industry, Science and Resources and Australian protected area managers. The results were triangulated to build an understanding of the content, elements, development process and stakeholders' views of the EcoGuide Program. The findings of this analysis are presented in a general model for tour guide is an indispensable tool for achieving the goals of ecotourism Weiler & Ham, 2001. Tour guiding is an educational activity that is part of the process of interpretation Knudson et al., 1995; Pond, 1993. In the past, tour guides were usually untrained, but guide training is now common in most developed countries McArthur, 1996. Tour guide training is an adult education activity, but much training is competency-based with an emphasis on knowledge transmission and skill acquisition. This article suggests that good training should lead to change, not only in terms of knowledge and skills, but also in attitudes and behaviour. It argues that good guide training should alter how guides think and act, and suggests that if trainee guides learn how to critique their own knowledge, attitudes and behaviour, they will be able to offer their clients tourists something more than a superficial introduction to a new environment, country or culture. Current guide-training practices in selected countries are reviewed and discussed. A case study of tour guide training in Kakadu National Park, Australia is presented and used as the basis for a proposed model of training, termed 'transformative tour guiding', which could improve the quality of ecotour guiding, as well as help sustain tourism is now the world's number one industry, and protected areas are the focus of an increasing proportion of it. It is imperative to manage tourist pressures so that visitors can appreciate protected areas without damaging what they come to study examines tour guide performance and its relationship with tourist satisfaction in the context of package tours in Shanghai. A multilayer framework of tourist satisfac-tion in the package tour context is proposed. Tourist satisfaction was conceptualized to include three aspects/layers satisfaction with guiding service, satisfaction with tour services, and satisfaction with the overall tour experience. Tour guide performance was found to have a significant direct effect on tourist satisfaction with guiding service and an indirect effect on satisfaction with tour services and with tour experience. Satisfaction with guiding service positively affected satisfaction with tour services but showed no direct effect on satisfaction with the overall tour experience. However, indirect effect of satisfaction with guiding service on satisfaction with tour experience mediated by satis-faction with tour services was significant. Implications for tour operators and govern-ment agencies are discussed. KEYWORDS tour guide performance; tourist satisfaction; tour operator; tour expe-rience; service quality Tour guides are frontline employees in the tourism industry who play an important role in shaping tourists' experience in a destination. Tour-guiding service is the core component of various tour services offered by tour operators. Whether tour guides can deliver quality service to tourists is not only essential to the business success of the tour operators they are affiliated with but also critical to the overall image of the destination they represent. In China, tourism authorities at different levels attach great importance to the industry practice regarding tour-guiding service. In 1989, the China National Tourism Administration CNTA launched the National Tour Guide Qualification Stroma ColeCan tourism help a poor remote community to develop? How much does tourism change a village? How can a village have the benefits tourism offers without the problems it can cause? These are the questions that lie at the core of this text. Using an anthropologist's eye and a high degree of trust, this book uncovers the story of tourism development in two small villages on a remote island of Eastern ethnography provides a rich description of life in a non-western marginal community in a contemporary global context and how they face the challenge of balancing socio-economic integration and cultural distinction. It uncovers the conflicts of tourism development between a poor community, tourists, governments and brokers. This micro study has ramifications beyond the locality. Many other villages in Indonesia are experiencing similar issues. Many of the challenges are relevant to peripheral communities across the globe. Themes in this book will resonate with studies of tourism, tourists, development, globalisation and cultural change from around the Higham Senior Lecturer Anna CarrVisitors to wildlife tourism attractions can provide valuable insights into the sustainability of the businesses that they visit. Qualitative data collection employing participant observations and visitor interviews was conducted at 12 ecotourism operations that offer wildlife tourism experiences in New Zealand. The objective was to develop insights into the visitor experience and to understand the viewpoints of visitors regarding the sustainability of those experiences. Although other dimensions of the wildlife tourism experience exist, important social and ecological dimensions of the visitor experience emerged from this research. Four prominent themes, which were identified within these dimensions, are presented and discussed. The results provide insights into sustainable wildlife tourism development in New Zealand, with implications for the design of interpretation programs, visitor management, and the delivery of several defining aspects of sustainable wildlife tourism experiences. ï»żbagaimana prinsip pengembangan kegiatan pariwisata – Kegiatan pariwisata sangat penting bagi perekonomian suatu negara. Pengembangan pariwisata yang tepat dapat memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang signifikan. Namun, untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata berjalan dengan baik, dilakukan pengembangan kegiatan pariwisata dengan beberapa prinsip yang harus dipatuhi. Pertama, prinsip jangkauan luas. Ini berarti bahwa kegiatan pariwisata harus dikembangkan untuk mencakup seluruh masyarakat. Hal ini penting untuk memastikan bahwa semua lapisan masyarakat dapat menikmati manfaat dari kegiatan pariwisata. Kedua, prinsip inklusi. Ini berarti bahwa kegiatan pariwisata harus dikembangkan untuk mencakup semua aspek masyarakat dan ekonomi. Hal ini penting untuk memastikan bahwa semua aspek ekonomi dapat dimanfaatkan untuk memajukan sektor pariwisata. Ketiga, prinsip konservasi. Ini berarti bahwa kegiatan pariwisata harus disesuaikan dengan lingkungan alam dan budaya. Hal ini penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata tidak merusak lingkungan atau budaya setempat. Keempat, prinsip ketahanan. Ini berarti bahwa kegiatan pariwisata harus dikembangkan untuk mendukung ketahanan masyarakat dan ekonomi. Hal ini penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata dapat menjaga daya tarik dan manfaat yang dihasilkannya. Kelima, prinsip kesejahteraan. Ini berarti bahwa kegiatan pariwisata harus dikembangkan dalam komitmen yang kuat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini penting untuk memastikan bahwa manfaat ekonomi dan sosial yang dihasilkan kegiatan pariwisata dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Keenam, prinsip partisipasi. Ini berarti bahwa masyarakat harus diikutsertakan dalam proses perencanaan dan pengembangan kegiatan pariwisata. Hal ini penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata berjalan sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat setempat. Ketujuh, prinsip tanggung jawab. Ini berarti bahwa pengembangan kegiatan pariwisata harus dilakukan dengan tanggung jawab yang tinggi. Hal ini penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata tidak merugikan masyarakat dan lingkungan. Prinsip-prinsip ini merupakan kunci untuk pengembangan kegiatan pariwisata yang berkelanjutan. Dengan mematuhi prinsip-prinsip ini, kegiatan pariwisata akan menghasilkan manfaat ekonomi dan sosial yang signifikan. Dengan begitu, pengembangan kegiatan pariwisata akan menjadi lebih efisien dan menguntungkan semua pihak. Rangkuman 1Penjelasan Lengkap bagaimana prinsip pengembangan kegiatan pariwisata1. Prinsip jangkauan luas, yaitu kegiatan pariwisata harus dikembangkan untuk mencakup seluruh masyarakat. 2. Prinsip inklusi, yaitu kegiatan pariwisata harus dikembangkan untuk mencakup semua aspek masyarakat dan ekonomi. 3. Prinsip konservasi, yaitu kegiatan pariwisata harus disesuaikan dengan lingkungan alam dan budaya. 4. Prinsip ketahanan, yaitu kegiatan pariwisata harus dikembangkan untuk mendukung ketahanan masyarakat dan ekonomi. 5. Prinsip kesejahteraan, yaitu kegiatan pariwisata harus dikembangkan dalam komitmen yang kuat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 6. Prinsip partisipasi, yaitu masyarakat harus diikutsertakan dalam proses perencanaan dan pengembangan kegiatan pariwisata. 7. Prinsip tanggung jawab, yaitu pengembangan kegiatan pariwisata harus dilakukan dengan tanggung jawab yang tinggi. Penjelasan Lengkap bagaimana prinsip pengembangan kegiatan pariwisata 1. Prinsip jangkauan luas, yaitu kegiatan pariwisata harus dikembangkan untuk mencakup seluruh masyarakat. Prinsip jangkauan luas merupakan salah satu prinsip dasar untuk mengembangkan kegiatan pariwisata. Prinsip ini menyatakan bahwa kegiatan pariwisata harus dikembangkan untuk mencakup seluruh masyarakat. Prinsip ini menekankan bahwa pariwisata harus tersedia untuk semua orang, bukan hanya untuk kelompok terbatas, seperti orang kaya atau wisatawan asing. Tujuan utama dari prinsip ini adalah untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya pariwisata bagi masyarakat dan kemajuan ekonomi daerah. Kebijakan yang dihasilkan dari prinsip jangkauan luas adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pariwisata. Masyarakat harus dilibatkan dalam perencanaan, pembangunan, dan pengelolaan kegiatan pariwisata. Hal ini penting karena masyarakat yang terlibat akan menjadi sasaran utama dari kegiatan pariwisata. Dengan demikian, masyarakat akan memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pariwisata dan mendapatkan manfaat dari itu. Selain itu, kebijakan yang dihasilkan dari prinsip jangkauan luas juga difokuskan pada pengembangan kegiatan pariwisata yang menyediakan manfaat seluas mungkin bagi masyarakat. Hal ini penting karena kegiatan pariwisata dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan, dan memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat. Kebijakan ini juga mencakup penyediaan akses ke sumber daya alam yang diperlukan untuk mengembangkan kegiatan pariwisata. Pemerintah juga dapat berperan penting dalam menerapkan prinsip jangkauan luas. Pemerintah dapat menciptakan iklim yang kondusif untuk kegiatan pariwisata, misalnya dengan menyediakan infrastruktur, dukungan keuangan, dan insentif investasi. Pemerintah juga dapat memberikan pelatihan dan edukasi kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat lebih memahami dan menikmati kegiatan pariwisata. Prinsip jangkauan luas sangat penting bagi kegiatan pariwisata. Prinsip ini menekankan bahwa kegiatan pariwisata harus tersedia untuk semua orang dan menciptakan manfaat seluas mungkin. Kebijakan yang dihasilkan dari prinsip ini membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat, serta dukungan dari pemerintah. Prinsip ini dapat membantu masyarakat untuk lebih menikmati kegiatan pariwisata dan menciptakan manfaat ekonomi yang lebih luas. 2. Prinsip inklusi, yaitu kegiatan pariwisata harus dikembangkan untuk mencakup semua aspek masyarakat dan ekonomi. Prinsip inklusi adalah salah satu prinsip yang digunakan untuk pengembangan kegiatan pariwisata. Prinsip ini menyatakan bahwa kegiatan pariwisata harus dikembangkan untuk mencakup semua aspek masyarakat dan ekonomi. Ini berarti bahwa pengembangan pariwisata harus melibatkan semua segmen masyarakat dalam membuat keputusan, termasuk masyarakat lokal, pemerintah, bisnis, dan pemangku kepentingan lainnya. Dengan mengadopsi prinsip inklusi, kegiatan pariwisata dapat menciptakan dampak yang lebih positif bagi masyarakat dan ekonomi secara keseluruhan. Prinsip inklusi juga menekankan pentingnya partisipasi semua pihak dalam pengembangan kegiatan pariwisata. Hal ini penting karena ini memungkinkan semua segmen masyarakat untuk secara langsung mempengaruhi keputusan yang dibuat tentang kegiatan pariwisata. Hal ini juga memungkinkan masyarakat lokal untuk berbagi pendapat dan masukan mereka tentang kegiatan pariwisata dan cara mengelola lingkungan alam dan sosial di sekitar area pariwisata. Partisipasi ini penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata tidak menghasilkan dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat setempat. Prinsip inklusi juga melibatkan aktivitas masyarakat lokal dalam pengembangan kegiatan pariwisata. Hal ini penting agar masyarakat lokal dapat berpartisipasi dan mendapatkan manfaat dari kegiatan pariwisata. Hal ini juga memungkinkan masyarakat lokal untuk mengembangkan kemampuan mereka dan memperoleh sumber penghasilan baru melalui kegiatan pariwisata. Aktivitas ini juga membantu menciptakan lapangan pekerjaan dan membangun ekonomi lokal. Kesimpulannya, prinsip inklusi penting untuk dipertimbangkan dalam pengembangan kegiatan pariwisata. Prinsip ini menekankan pentingnya melibatkan semua segmen masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, serta menciptakan peluang bagi masyarakat lokal untuk berpartisipasi dan mendapatkan manfaat dari kegiatan pariwisata. Dengan mengikuti prinsip inklusi, pengembangan pariwisata dapat menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan ekonomi secara keseluruhan. 3. Prinsip konservasi, yaitu kegiatan pariwisata harus disesuaikan dengan lingkungan alam dan budaya. Prinsip konservasi menjadi salah satu prinsip penting yang harus diperhatikan dalam pengembangan kegiatan pariwisata. Konservasi adalah proses mengendalikan dan melestarikan lingkungan alam dan budaya agar tetap terjaga dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya lingkungan dan budaya. Prinsip ini membantu dalam mengatur pengembangan pariwisata agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus melindungi dan mempertahankan kelestarian lingkungan alam dan budaya. Prinsip konservasi dalam pengembangan kegiatan pariwisata terfokus pada tiga hal yaitu pengaturan ekosistem, konservasi sumber daya alam dan budaya, serta pengawasan pariwisata. Pertama, pengaturan ekosistem harus menjadi perhatian utama dalam kegiatan pariwisata. Pengaturan ekosistem meliputi pengelolaan habitat, penanggulangan polusi, dan pengendalian penyebaran hewan dan tumbuhan. Pengaturan ekosistem ini bertujuan untuk mencegah habitat yang terganggu dan memberikan keseimbangan lingkungan alam. Kedua, konservasi sumber daya alam dan budaya merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Sumber daya alam dan budaya merupakan bagian penting dari kegiatan pariwisata. Oleh karena itu, konservasi sumber daya alam dan budaya harus diprioritaskan agar tidak mengalami kerusakan yang signifikan. Pemerintah harus mengambil tindakan untuk mencegah pengelolaan sumber daya alam dan budaya yang tidak bertanggung jawab. Ketiga, pengawasan pariwisata harus dilakukan agar kegiatan pariwisata dapat berjalan dengan aman dan tertib serta sesuai dengan prinsip konservasi. Pengawasan pariwisata adalah proses mengontrol dan memantau kegiatan pariwisata untuk mencegah dampak negatif seperti polusi, kerusakan habitat, dan penyebaran hewan dan tumbuhan yang tidak diinginkan. Kegiatan pariwisata harus dilakukan dengan cara yang sesuai dengan prinsip konservasi, sehingga dapat meminimalkan kerusakan lingkungan alam dan budaya. Kesimpulannya, prinsip konservasi harus diperhatikan dalam pengembangan kegiatan pariwisata. Prinsip konservasi meliputi pengaturan ekosistem, konservasi sumber daya alam dan budaya, serta pengawasan pariwisata. Dengan mengikuti prinsip konservasi ini, kegiatan pariwisata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta melindungi dan mempertahankan kelestarian lingkungan alam dan budaya. 4. Prinsip ketahanan, yaitu kegiatan pariwisata harus dikembangkan untuk mendukung ketahanan masyarakat dan ekonomi. Prinsip ketahanan merupakan salah satu prinsip pengembangan kegiatan pariwisata yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pariwisata. Prinsip ini penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang dikembangkan dapat mendukung ketahanan masyarakat dan ekonomi di daerah pariwisata. Ketahanan masyarakat dan ekonomi dapat dicapai dengan mengembangkan industri pariwisata yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Usaha ini dapat dilakukan dengan memastikan bahwa setiap kegiatan pariwisata yang dikembangkan tidak mengganggu keseimbangan alam dan menghormati hak-hak masyarakat setempat. Selain itu, pemerintah daerah juga harus menjamin bahwa kegiatan pariwisata yang dikembangkan tidak akan menimbulkan kerugian bagi masyarakat setempat. Ketahanan ekonomi juga bisa dicapai dengan memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang dikembangkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat lokal. Usaha ini dapat dilakukan dengan menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan masyarakat setempat, dan meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke daerah pariwisata. Dengan demikian, masyarakat lokal dapat menikmati manfaat yang bisa didapat dari sektor pariwisata. Selain itu, prinsip ketahanan juga harus memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang dikembangkan dapat berkembang dengan sehat. Usaha ini dapat dilakukan dengan memastikan bahwa setiap proses pengembangan kegiatan pariwisata di daerah pariwisata berjalan dengan aman, tertib, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu, pemerintah daerah juga harus memastikan bahwa setiap kegiatan pariwisata yang dikembangkan akan menghasilkan produk dan layanan berkualitas. Kesimpulannya, prinsip ketahanan merupakan salah satu prinsip pengembangan kegiatan pariwisata yang penting untuk diperhatikan. Prinsip ketahanan bertujuan untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang dikembangkan dapat mendukung ketahanan masyarakat dan ekonomi di daerah pariwisata, serta dapat membawa manfaat bagi masyarakat lokal. Selain itu, prinsip ketahanan juga harus memastikan bahwa setiap kegiatan pariwisata yang dikembangkan berjalan dengan aman, tertib, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 5. Prinsip kesejahteraan, yaitu kegiatan pariwisata harus dikembangkan dalam komitmen yang kuat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Prinsip kesejahteraan merupakan salah satu prinsip penting dalam pengembangan kegiatan pariwisata. Prinsip ini menekankan bahwa pariwisata harus dikembangkan dalam komitmen yang kuat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ini berarti bahwa kepentingan masyarakat yang berkepentingan harus diutamakan di atas kepentingan pemangku kepentingan lainnya yang terlibat dalam pariwisata. Komitmen untuk kesejahteraan masyarakat harus diberikan oleh pemangku kepentingan dalam pengembangan pariwisata. Ini berarti bahwa semua kegiatan pariwisata harus memiliki tujuan yang jelas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan harus mencerminkan nilai-nilai yang menghormati dan melindungi hak asasi manusia. Komitmen ini juga harus ditunjukkan dalam bentuk tindakan nyata untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ini berarti bahwa pemangku kepentingan harus menempatkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi atau kepentingan bisnis. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan jangkauan akses ke fasilitas pariwisata, mengurangi dampak negatif pariwisata, mengembangkan kegiatan pariwisata yang ramah lingkungan, dan memastikan bahwa masyarakat lokal berpartisipasi dalam setiap proyek pariwisata. Selain itu, pemangku kepentingan juga harus memastikan bahwa masyarakat lokal menerima manfaat yang adil dari kegiatan pariwisata. Ini berarti bahwa pemangku kepentingan harus memastikan bahwa masyarakat lokal menerima kompensasi yang adil untuk setiap kehilangan yang mereka alami, dan mendapatkan keuntungan yang adil dari kegiatan pariwisata. Komitmen terhadap kesejahteraan masyarakat juga harus ditunjukkan melalui pembangunan infrastruktur sosial dan ekologis yang berkelanjutan. Ini berarti bahwa pemangku kepentingan harus memastikan bahwa kegiatan pariwisata tidak menyebabkan kerusakan ekologi atau menurunkan kualitas hidup masyarakat. Kesimpulannya, prinsip kesejahteraan adalah salah satu prinsip penting dalam pengembangan kegiatan pariwisata. Prinsip ini memerlukan komitmen yang kuat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta tindakan nyata untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemangku kepentingan harus menempatkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi atau bisnis, dan memastikan bahwa masyarakat lokal menerima manfaat yang adil dari kegiatan pariwisata. Selain itu, pemangku kepentingan juga harus memastikan bahwa kegiatan pariwisata tidak menyebabkan kerusakan ekologi atau menurunkan kualitas hidup masyarakat. 6. Prinsip partisipasi, yaitu masyarakat harus diikutsertakan dalam proses perencanaan dan pengembangan kegiatan pariwisata. Prinsip partisipasi merupakan salah satu dari 6 prinsip pengembangan kegiatan pariwisata. Prinsip ini menekankan bahwa masyarakat harus diikutsertakan dalam proses perencanaan dan pengembangan kegiatan pariwisata. Hal ini penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang dikembangkan menguntungkan masyarakat setempat, bukan hanya menguntungkan pengembang atau investor. Kegiatan pariwisata yang dikembangkan harus selaras dengan minat dan kebutuhan masyarakat setempat. Dengan partisipasi masyarakat, pengembang pariwisata dapat memahami kebutuhan dan keinginan masyarakat dan menyesuaikan perencanaan dan pengembangan kegiatan pariwisata sesuai dengan kebutuhan tersebut. Partisipasi masyarakat juga penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang dikembangkan sesuai dengan nilai-nilai budaya dan budaya lokal yang ada di daerah yang bersangkutan. Partisipasi masyarakat juga penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang dikembangkan memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat setempat, baik secara ekonomi maupun sosial. Dengan partisipasi masyarakat, masyarakat setempat akan lebih memahami kegiatan pariwisata yang dikembangkan dan lebih cenderung mendukungnya. Partisipasi masyarakat juga penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang dikembangkan tidak merugikan lingkungan. Masyarakat setempat akan memiliki pandangan yang lebih luas tentang bagaimana kegiatan pariwisata yang dikembangkan dapat memberikan manfaat dan melindungi lingkungan. Partisipasi masyarakat juga penting dalam memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang dikembangkan berkelanjutan. Masyarakat setempat akan memiliki pandangan yang lebih luas tentang bagaimana kegiatan pariwisata yang dikembangkan dapat berkelanjutan dan menghasilkan manfaat jangka panjang. Kesimpulannya, partisipasi masyarakat merupakan salah satu prinsip penting dalam pengembangan kegiatan pariwisata. Dengan partisipasi masyarakat, pengembang pariwisata dapat memahami kebutuhan dan keinginan masyarakat dan menyesuaikan perencanaan dan pengembangan kegiatan pariwisata sesuai dengan kebutuhan tersebut. Partisipasi masyarakat juga penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang dikembangkan sesuai dengan nilai-nilai budaya dan budaya lokal yang ada di daerah yang bersangkutan, memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat setempat dan melindungi lingkungan, serta berkelanjutan. 7. Prinsip tanggung jawab, yaitu pengembangan kegiatan pariwisata harus dilakukan dengan tanggung jawab yang tinggi. Prinsip tanggung jawab merupakan salah satu prinsip pengembangan kegiatan pariwisata yang penting untuk diperhatikan. Hal ini karena pengembangan kegiatan pariwisata memiliki dampak yang luas, baik secara ekonomi maupun sosial. Prinsip tanggung jawab ini menekankan bahwa pengembangan kegiatan pariwisata harus dilakukan dengan tanggung jawab yang tinggi. Pertama, pengembangan kegiatan pariwisata harus dilakukan secara berwawasan lingkungan. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan pariwisata tidak merusak lingkungan. Untuk itu, pengelola kegiatan pariwisata harus mengikuti berbagai ketentuan dan standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Misalnya, pengelola kegiatan pariwisata harus mematuhi regulasi lingkungan dan menghormati hak-hak masyarakat setempat. Kedua, pengembangan kegiatan pariwisata harus memperhatikan hak-hak asasi manusia. Usaha pariwisata yang dilakukan harus menjamin hak-hak asasi manusia yang berlaku di masyarakat. Hal ini penting agar hak-hak asasi manusia tidak dilanggar dalam proses pengembangan kegiatan pariwisata. Ketiga, pengembangan kegiatan pariwisata harus berwawasan ekonomi. Pihak pengelola kegiatan pariwisata harus terlibat dalam berbagai kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Misalnya, pengelola kegiatan pariwisata harus memberikan pelatihan kepada masyarakat setempat agar mereka dapat bekerja di bidang pariwisata. Keempat, pengembangan kegiatan pariwisata harus memperhatikan kualitas pelayanan. Pihak pengelola kegiatan pariwisata harus memastikan bahwa pelayanan yang diberikan kepada para wisatawan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Misalnya, pengelola kegiatan pariwisata harus memastikan bahwa para wisatawan mendapatkan pelayanan yang berkualitas. Kelima, pengembangan kegiatan pariwisata harus menjaga keamanan. Pihak pengelola kegiatan pariwisata harus memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang dilakukan aman dan nyaman bagi para wisatawan. Hal ini penting agar para wisatawan tidak merasa tidak nyaman atau terancam dalam kegiatan pariwisata yang dilakukan. Keenam, pengembangan kegiatan pariwisata harus mengutamakan kesejahteraan masyarakat setempat. Pihak pengelola kegiatan pariwisata harus menjamin bahwa kegiatan pariwisata yang dilakukan tidak merugikan masyarakat setempat. Misalnya, pengelola kegiatan pariwisata harus memastikan bahwa mereka dapat mendapatkan manfaat ekonomi dari kegiatan pariwisata yang dilakukan. Ketujuh, pengembangan kegiatan pariwisata harus berwawasan budaya. Pihak pengelola kegiatan pariwisata harus memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang dilakukan tidak melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat setempat. Hal ini penting agar kegiatan pariwisata yang dilakukan dapat disambut dengan baik oleh masyarakat setempat. Kesimpulannya, prinsip tanggung jawab merupakan salah satu prinsip pengembangan kegiatan pariwisata yang penting untuk diperhatikan. Prinsip ini menekankan bahwa pengembangan kegiatan pariwisata harus dilakukan dengan tanggung jawab yang tinggi. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan pariwisata yang dilakukan tidak merugikan masyarakat setempat, baik secara ekonomi maupun sosial. Bagaimana Prinsip Pengembangan Kegiatan Pariwisata – Bagaimana Prinsip Pengembangan Kegiatan Pariwisata Kegiatan pariwisata merupakan sebuah industri yang menghasilkan pendapatan bagi banyak negara di seluruh dunia. Kegiatan pariwisata dapat meningkatkan perekonomian suatu daerah, meningkatkan pendapatan, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam, serta meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan. Namun, pengembangan kegiatan pariwisata harus didasarkan pada prinsip-prinsip yang berkelanjutan. Prinsip-prinsip ini harus menjamin bahwa kegiatan pariwisata memiliki dampak positif bagi masyarakat lokal dan konservasi alam. Prinsip pertama adalah pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Kegiatan pariwisata harus didasarkan pada pengelolaan yang berwawasan lingkungan, yang memastikan bahwa lingkungan alam tetap terjaga dan dapat menyediakan banyak manfaat bagi masyarakat lokal. Kegiatan pariwisata juga harus memastikan bahwa sumber daya alam yang digunakan tidak tercemar atau habis. Prinsip kedua adalah pemberdayaan masyarakat lokal. Masyarakat lokal harus ikut serta ketika membuat keputusan dan mengelola sumber daya alam. Ini penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata memberikan manfaat bagi masyarakat lokal dan tidak mengurangi hak mereka. Masyarakat lokal juga harus dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kegiatan pariwisata, sehingga mereka benar-benar bisa merasakan manfaat yang ditawarkan. Prinsip ketiga adalah pengembangan usaha yang berkelanjutan. Kegiatan pariwisata harus didasarkan pada usaha yang berkelanjutan, yang memastikan bahwa industri pariwisata terus berkembang namun tidak mengganggu sumber daya alam dan masyarakat lokal. Usaha ini juga harus memastikan bahwa kegiatan pariwisata tetap menyediakan banyak manfaat bagi masyarakat lokal, terutama dalam hal pendapatan. Prinsip keempat adalah komitmen untuk pelayanan kualitas tinggi. Kegiatan pariwisata harus didasarkan pada prinsip pelayanan kualitas tinggi, yang memastikan bahwa para wisatawan mendapatkan kunjungan yang menyenangkan dan berkesan. Para pelaku industri pariwisata juga harus menyediakan fasilitas yang berkualitas tinggi, sehingga para wisatawan dapat merasakan pengalaman yang menyenangkan dan berkesan selama mengunjungi destinasi pariwisata. Prinsip kelima adalah menciptakan kerjasama yang positif. Kegiatan pariwisata harus didasarkan pada kerjasama yang positif antara pemerintah, masyarakat lokal, pelaku industri pariwisata, dan organisasi nirlaba. Ini penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata dapat berjalan dengan lancar dan memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat. Prinsip-prinsip pengembangan kegiatan pariwisata tersebut sangat penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata menghasilkan manfaat bagi semua pihak yang terlibat. Prinsip-prinsip ini harus diikuti dengan hati-hati agar kegiatan pariwisata dapat menghasilkan dampak positif bagi masyarakat lokal dan lingkungan alam. Daftar Isi 1 Penjelasan Lengkap Bagaimana Prinsip Pengembangan Kegiatan 1. Pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan untuk memastikan bahwa lingkungan alam tetap terjaga dan dapat menyediakan banyak manfaat bagi masyarakat 2. Pemberdayaan masyarakat lokal agar mereka bisa ikut serta ketika membuat keputusan dan mengelola sumber daya 3. Pengembangan usaha yang berkelanjutan untuk memastikan bahwa industri pariwisata terus berkembang namun tidak mengganggu sumber daya alam dan masyarakat 4. Komitmen untuk pelayanan kualitas tinggi sehingga para wisatawan mendapatkan kunjungan yang menyenangkan dan 5. Menciptakan kerjasama yang positif antara pemerintah, masyarakat lokal, pelaku industri pariwisata, dan organisasi nirlaba. Penjelasan Lengkap Bagaimana Prinsip Pengembangan Kegiatan Pariwisata 1. Pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan untuk memastikan bahwa lingkungan alam tetap terjaga dan dapat menyediakan banyak manfaat bagi masyarakat lokal. Pengembangan kegiatan pariwisata harus mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan adalah salah satu prinsip penting dalam pengembangan pariwisata. Prinsip ini berfokus pada upaya untuk mempertahankan kelestarian alam dan mengoptimalkan manfaatnya bagi masyarakat setempat. Pertama, pelestarian alam berarti menjaga kesuburan ekosistem seperti hutan, laut, dan air tanah. Hal ini bertujuan agar kualitas dan kuantitas alam tetap terjaga. Hal ini sangat penting bagi kegiatan pariwisata karena alam memiliki nilai ekonomi tinggi. Dengan melestarikan alam, kita dapat memastikan bahwa alam dapat menyediakan banyak manfaat bagi masyarakat lokal. Kedua, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan berarti mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam yang tersedia tanpa menghancurkan ekosistem alam. Ini melibatkan berbagai tindakan yang akan menjamin kelestarian alam dan meningkatkan kualitasnya untuk masyarakat setempat. Selain itu, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan juga harus mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi. Ini berarti memperhatikan berbagai kepentingan dari berbagai pihak seperti masyarakat lokal, pemerintah, dan pelaku pariwisata. Semua pihak harus bekerja sama untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata berkelanjutan dan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal. Pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan penting bagi pengembangan kegiatan pariwisata. Hal ini karena alam memiliki nilai ekonomi tinggi dan dengan melestarikan alam dan mengoptimalkan manfaatnya bagi masyarakat setempat, kita dapat memastikan bahwa pariwisata dapat menyediakan banyak manfaat bagi masyarakat lokal. Selain itu, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan juga harus mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi. Semua pihak harus bekerja sama untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata berkelanjutan dan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal. 2. Pemberdayaan masyarakat lokal agar mereka bisa ikut serta ketika membuat keputusan dan mengelola sumber daya alam. Kegiatan pariwisata tidak dapat dilepaskan dari lingkungan masyarakat lokal. Oleh karena itu, penting untuk menyadari bahwa masyarakat lokal harus ikut serta dalam proses pengembangan pariwisata. Prinsip pengembangan pariwisata yang kedua adalah pemberdayaan masyarakat lokal agar mereka bisa ikut serta ketika membuat keputusan dan mengelola sumber daya alam. Memahami masyarakat lokal adalah salah satu cara terbaik untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat lokal. Hal ini harus dilakukan melalui sebuah pendekatan yang memungkinkan partisipasi aktif masyarakat lokal dalam proses pengembangan. Hal ini termasuk menciptakan mekanisme partisipasi yang adil dan menghormati hak-hak masyarakat lokal. Ini juga termasuk mendidik masyarakat lokal tentang manfaat pariwisata dan cara terbaik untuk mengelola sumber daya alam. Sebuah pendekatan partisipatif juga harus diterapkan untuk menentukan kesepakatan tentang bagaimana sumber daya alam harus digunakan. Ini termasuk menentukan bagaimana pendapatan dari kegiatan pariwisata akan digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal dan bagaimana hal itu dapat digunakan untuk melestarikan lingkungan. Kegiatan pariwisata juga harus memastikan bahwa setiap kegiatan yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip etika dan hak asasi manusia. Hal ini termasuk hak masyarakat lokal untuk memiliki hak kepemilikan sah atas sumber daya alam dan kebebasan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan tentang bagaimana sumber daya alam yang dimiliki harus digunakan. Kegiatan pariwisata juga harus memastikan bahwa masyarakat lokal memiliki hak untuk memperoleh manfaat dari kegiatan pariwisata. Hal ini termasuk hak untuk memperoleh pendapatan yang adil dan hak untuk menikmati manfaat dari pengembangan pariwisata. Prinsip pengembangan pariwisata yang kedua adalah pemberdayaan masyarakat lokal agar mereka bisa ikut serta ketika membuat keputusan dan mengelola sumber daya alam. Melalui prinsip ini, para pengembang pariwisata dapat memastikan bahwa masyarakat lokal memiliki hak untuk berpartisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan tentang bagaimana sumber daya alam mereka harus digunakan. Ini juga memastikan bahwa masyarakat lokal dapat memperoleh manfaat adil dari kegiatan pariwisata. Dengan demikian, prinsip ini penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan lingkungan di mana kegiatan pariwisata berlangsung. 3. Pengembangan usaha yang berkelanjutan untuk memastikan bahwa industri pariwisata terus berkembang namun tidak mengganggu sumber daya alam dan masyarakat lokal. Pengembangan usaha berkelanjutan merupakan salah satu prinsip penting yang harus dipahami dalam pengembangan kegiatan pariwisata. Dengan pengembangan usaha berkelanjutan, industri pariwisata dapat terus berkembang tanpa mengganggu sumber daya alam dan masyarakat lokal. Untuk memastikan bahwa pengembangan usaha berkelanjutan benar-benar terlaksana dalam industri pariwisata, ada beberapa hal penting yang harus dipertimbangkan. Pertama, industri pariwisata harus memastikan bahwa sumber daya alam yang digunakan untuk kegiatan pariwisata dapat dipertahankan dan diperluas. Ini termasuk menentukan jenis sumber daya alam yang dapat digunakan, mengurangi risiko kerusakan, dan meningkatkan kemampuan manajemen sumber daya alam. Kedua, industri pariwisata harus memastikan bahwa tujuan pengembangan kegiatan pariwisata yang dipilih dapat berkelanjutan. Ini berarti bahwa ada tujuan yang jelas dan konsisten yang dipandu oleh pendekatan yang terstruktur. Tujuan ini haruslah sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada dan mampu menangani krisis lingkungan jika muncul. Ketiga, industri pariwisata harus menyadari dampak pengembangan kegiatan pariwisata terhadap masyarakat lokal. Ini berarti bahwa industri pariwisata harus memastikan bahwa kegiatan pariwisata tidak mengganggu kesejahteraan dan keseimbangan masyarakat lokal. Hal ini termasuk menentukan tujuan yang jelas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan menjamin bahwa masyarakat lokal dapat turut serta dalam pengambilan keputusan. Keempat, industri pariwisata harus mengurangi dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata. Ini berarti bahwa industri pariwisata harus memastikan bahwa kegiatan pariwisata tidak mengganggu ekosistem dan masyarakat lokal. Untuk ini, industri pariwisata harus mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan, memastikan bahwa produk yang digunakan aman bagi lingkungan, dan mengurangi tingkat polusi yang ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata. Dengan demikian, prinsip pengembangan usaha berkelanjutan penting untuk memastikan bahwa industri pariwisata dapat terus berkembang tanpa mengganggu sumber daya alam dan masyarakat lokal. Dengan mempertimbangkan beberapa hal penting di atas, industri pariwisata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata. 4. Komitmen untuk pelayanan kualitas tinggi sehingga para wisatawan mendapatkan kunjungan yang menyenangkan dan berkesan. Komitmen untuk melayani kualitas tinggi adalah salah satu prinsip dasar yang harus dipegang ketika merencanakan, mengembangkan, dan mengelola kegiatan pariwisata. Ini adalah aspek yang sangat penting dalam pengembangan pariwisata, karena memastikan bahwa para wisatawan menerima layanan yang tinggi dan memiliki kunjungan yang menyenangkan. Komitmen untuk melayani kualitas tinggi berarti bahwa setiap aspek dari kegiatan pariwisata harus dirancang dengan hati-hati dan dioptimalkan untuk memastikan bahwa para wisatawan mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Ini termasuk aspek seperti akomodasi, makanan, transportasi, aktivitas rekreasi, dan banyak lagi. Komitmen untuk melayani kualitas tinggi juga berarti bahwa para ahli pariwisata harus memiliki pengetahuan tentang wilayah yang mereka kelola dan siap untuk membantu memastikan bahwa para wisatawan mendapatkan pengalaman yang sebaik mungkin. Ini termasuk memberikan informasi tentang tempat-tempat yang menarik untuk dikunjungi, saran tentang bagaimana mencapai lokasi-lokasi tersebut, dan bantuan dalam mencari akomodasi yang sesuai. Komitmen untuk melayani kualitas tinggi juga berarti bahwa para ahli pariwisata harus siap untuk merespons cepat jika para wisatawan mengalami masalah selama kunjungan mereka. Ini termasuk membantu menyelesaikan masalah transportasi, akomodasi, atau hal-hal lain yang dapat terjadi selama kunjungan. Komitmen untuk melayani kualitas tinggi juga berarti bahwa para ahli pariwisata harus bersedia untuk memastikan bahwa para wisatawan memiliki kunjungan yang menyenangkan dan berkesan. Ini termasuk memastikan bahwa para wisatawan mendapatkan layanan yang ramah, bahwa mereka dapat menikmati kegiatan rekreasi di daerah tersebut, dan bahwa tempo kunjungan para wisatawan sesuai dengan keinginan mereka. Komitmen untuk melayani kualitas tinggi adalah salah satu prinsip pengembangan kegiatan pariwisata yang sangat penting. Ini berarti bahwa para ahli pariwisata harus memastikan bahwa setiap aspek dari kegiatan pariwisata dirancang dengan hati-hati dan dioptimalkan untuk memastikan bahwa para wisatawan mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Dengan melakukan ini, para ahli pariwisata dapat memastikan bahwa para wisatawan memiliki kunjungan yang menyenangkan dan berkesan. 5. Menciptakan kerjasama yang positif antara pemerintah, masyarakat lokal, pelaku industri pariwisata, dan organisasi nirlaba. Pengembangan pariwisata yang berhasil tergantung pada kerjasama yang positif antara pemerintah, masyarakat lokal, pelaku industri pariwisata, dan organisasi nirlaba. Kerjasama yang baik di antara keempat pihak dapat membantu meningkatkan arus pariwisata, menciptakan lapangan kerja yang konstan, dan meningkatkan pelayanan yang diberikan kepada para wisatawan. Kerjasama yang positif dapat dimulai dengan pemerintah yang memiliki peran penting dalam mengembangkan pariwisata. Pemerintah dapat menyediakan infrastruktur yang diperlukan, seperti fasilitas transportasi, penginapan, dan fasilitas lainnya yang diperlukan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan. Pemerintah juga dapat membantu untuk menciptakan lapangan kerja dengan menciptakan program-program yang dapat memberdayakan masyarakat lokal. Masyarakat lokal adalah salah satu pihak penting dalam mengembangkan pariwisata. Masyarakat lokal dapat membantu untuk menciptakan produk-produk yang unik yang dapat menarik para wisatawan. Mereka juga dapat membantu untuk meningkatkan kunjungan wisatawan dengan menyediakan informasi yang akurat dan membantu para wisatawan untuk mengakses lokasi wisatanya. Pelaku industri pariwisata adalah pihak lain yang penting dalam mengembangkan pariwisata. Pelaku industri pariwisata dapat membantu untuk menciptakan produk-produk yang menarik bagi para wisatawan. Mereka juga dapat membantu untuk menyediakan pelayanan yang berkualitas kepada para wisatawan. Selain itu, organisasi nirlaba juga memiliki peran penting dalam mengembangkan pariwisata. Organisasi nirlaba dapat membantu untuk menciptakan kesadaran akan pentingnya pariwisata bagi masyarakat lokal. Mereka dapat membantu untuk meningkatkan kesadaran tentang dampak pariwisata, menyediakan pelatihan kepada masyarakat lokal tentang cara meningkatkan kunjungan wisatawan, dan memberikan dukungan kepada pelaku industri pariwisata. Kerjasama yang positif antara pemerintah, masyarakat lokal, pelaku industri pariwisata, dan organisasi nirlaba adalah salah satu prinsip penting dalam pengembangan pariwisata. Kerjasama ini dapat membantu untuk membangun pariwisata yang berkelanjutan dan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan. Dengan kerjasama yang baik, semua pihak dapat bekerja sama untuk menciptakan pariwisata yang lebih baik. Sejarah Pembangunan BerkelanjutanDefinisi Pembangunan BerkelanjutanPrinsip Dasar Pembangunan BerkelanjutanAspek pembangunan ekonomiAspek pembangunan lingkungan alamAspek pembangunan sosial-budayaKomponen Pembangunan Pariwisata BerkalanjutanIndikator Pembangunan Pariwisata BerkelanjutanJenis-jenis Pariwisata BerkelanjutanReferensi Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan sustainable tourism development muncul diakibatkan oleh dampak buruk dari kegiatan pariwisata, terutama pada masa tumbuh dan berkembangnya pariwisata masal mass tourism di berbagai destinasi pariwisata di dunia. Pariwisata masal pada waktu itu sangat identik dengan perencanaan yang buruk, tidak terkendali sporadis, dan terkesan hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi semata atau materialistis, sehingga seringkali dapat mengikis atau mengurangi kemampuan daya dukung, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya sosial budaya. Dampak buruk tersebut dapat merusak keberlangsungan ekonomi masyarakat secara jangka panjang. Oleh sebab itu, munculah konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan yang diharapkan bisa meminimalkan dampak buruk atau dampak negatif pembangunan pariwisata secara jangka panjang. Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan mulai digaungkan pada tahun 1980-an Sirakaya dkk., 2001. Konsep tersebut sebenarnya diadopsi dan dipostulasikan dari konsep pembangunan berkelanjutan sustainable development sebagai konsep besarnya. Menurut Maksimeniuk & Timakova 2020, definisi pembangunan berkelanjutan mulai disebutkan pertamakali dalam “World Environment Protection Strategy” yaitu suatu undang-undang international mengenai strategi proteksi lingkungan yang dikeluarkan oleh World Conservation Union atau sekarang dikenal dengan International Union for Conservation of Nature and Natural Resources IUCN pada tahun 1980. Selanjutnya, pembangunan berkelanjutan tidak hanya sebatas dalam konsep yang diteliti oleh para peneliti dan akademisi saja, tetapi mulai diadopsi dalam berbagai kebijakan dan peraturan oleh negara-negara di dunia yang selanjutnya menjadi agenda bersama dari negara-negara PBB. Pertemuan demi pertemuan internasional mengenai pembangunan berkelanjutan telah terselenggara yang diinisiasi oleh negara-negara PBB seperti Earth Summit di Rio de Janeiro-Brazil 1992, Millennium Summit pada September 2000 di kantor pusat PBB di New York, KTT Dunia tentang Pembangunan Berkelanjutan di Afrika Selatan 2002, Konferensi PBB dalam pembangunan berkelanjutan Rio+20 di Rio de Janeiro-Brazil 2012, dan puncaknya pada tahun 2015 dalam KTT Pembangunan Berkelanjutan PBB the UN Sustainable Development Summit terciptalah kebijakan internasional mengenai pembangunan berkelanjutan yang disebut dengan SDGs Sustainable Development Goals atau agenda 2030. Sekarang, SDGs terus direview dan dievaluasi melalui Forum Politik Tingkat Tinggi tentang Pembangunan Berkelanjutan High-level Political Forum on Sustainable Development yang dilakukan setahun sekali. Dengan adanya SDGs ini, pembangunan berkelanjutan telah menjadi isu bersama negara-negara di dunia, terutama negara-negara yang terafiliasi dengan PBB. Definisi Pembangunan Berkelanjutan Dalam World Environment Protection Strategy tersebut, definisi pembangunan berkelanjutan sendiri disebutkan sebagai proses “pembangunan yang dilakukan tanpa menghabiskan dan merusak sumber daya”. Sementara itu, definisi pembangunan berkelanjutan yang paling banyak disitasi saat ini adalah “pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri” WCED, 1987. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dapat dicapai dengan cara mengelola sumber daya agar dapat diperbarui atau dengan cara beralih dari penggunaan sumber daya yang sulit diperbarui ke sumber daya yang mudah untuk diperbarui. Oleh sebab itu, dalam pendekatan pembangunan berkelanjutan ini, dapat memungkinkan penggunaan dan pemanfaatan sumber daya, yang pada akhirnya tidak hanya dapat digunakan oleh generasi saat ini, tetapi juga dapat digunakan oleh generasi yang akan datang. Deklarasi Den Haag tentang Pariwisata yang diadopsi oleh Inter Parliamentary Union IPU dan Organisasi Pariwisata Dunia UNWTO pada tahun 1989 menunjukkan bahwa pariwisata dan alam sangat saling bergantung. Jadi, tindakan harus diambil untuk membantu perencanaan pembangunan pariwisata yang terintegrasi sesuai dengan konsep “pembangunan berkelanjutan”. Konsep tersebut disebutkan dalam Laporan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan Laporan Brundtland dan dalam laporan ” Environmental Perspective to the Year 2000 and Beyond” yaitu suatu program dari United Nations Environment Program UNEP Maksimeniuk & Timakova, 2020. Jadi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pembangunan pariwisata berkelanjutan itu selaras dengan konsep pembangunan berkelanjutan secara umum. Prinsip Dasar Pembangunan Berkelanjutan Pendekatan lain dari konsep pembangunan berkelanjutan yaitu dari sisi prinsip-prinsip atau pilar-pilar tujuan pembangunan yang harus dicapai, yaitu pendekatan keseimbangan pembangunan antara pembangunan ekonomi, perlindungan lingkungan alam dan pembangunan sosial-budaya atau biasa disebut dengan triple bottom lines pembangunan berkelanjutan. Untuk lebih jelasnya berikut aspek-aspek pembangunan berkelanjutan dalam Panasiuk 2011. Sumber Penulis, diolah dari berbagai sumber Aspek pembangunan ekonomi Economic profitability keuntungan ekonomi Memastikan kelangsungan hidup dan daya saing destinasi dan bisnis untuk mencapai kelangsungan hidup secara jangka panjang; Local prosperity kemakmuran masyarakat setempat Memaksimalkan manfaat ekonomi dari sektor pariwisata bagi masyarakat setempat, termasuk pengeluaran wisatawan di destinasi tersebut; Quality of employment kualitas pekerjaan Meningkatkan kuantitas dan kualitas pekerjaan di destinasi yang terkait dengan pariwisata, termasuk upah, lingkungan kerja dan kesempatan kerja tanpa diskriminasi; Sosial equity kesetaraan sosial Memastikan distribusi manfaat sosial dan ekonomi yang adil dan merata yang berasal dari pariwisata. Aspek pembangunan lingkungan alam Physical integrity keutuhan lingkungan fisik Menjaga dan membangun kualitas lanskap, baik di perkotaan maupun pedesaan dan mencegah pencemaran ekologi serta visual; Biological diversity keanekaragaman hayati Mempromosikan dan melindungi lingkungan, habitat alam dan satwa liar, serta meminimalkan dampak pariwisata terhadap lingkungan alam; Effective waste management pengelolaan limbah yang efektif Meminimalkan pemanfaatan sumber daya langka dan tidak terbarukan dalam pengembangan pariwisata; Clean environment kebersihan lingkungan alam Meminimalkan pencemaran air, udara, tanah dan pengurangan limbah oleh wisatawan dan bisnis pariwisata. Aspek pembangunan sosial-budaya Welfare of the community kesejahteraan komunitas Membangun kesejahteraan masyarakat termasuk infrastruktur sosial, akses sumber daya, kualitas lingkungan dan pencegahan korupsi sosial serta eksploitasi sumber daya; Cultural wealth kekayaan budaya Memelihara dan mengembangkan warisan budaya lokal, adat istiadat, dan keunikan karakteristik atau sifat dari komunitas dan masyarakat setempat; Meeting expectations of visitors memenuhi ekspektasi pengunjung Memberikan pengalaman wisata yang aman dan menyenangkan, yang dapat memenuhi kebutuhan dan harapan wisatawan; Local control pengendalian oleh masyarakat setempat Pelibatan masyarakat setempat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan pengelolaan destinasi pariwisata. Komponen Pembangunan Pariwisata Berkalanjutan Dari berbagai definisi yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembangunan berkelanjutan itu sangat memperhatikan keseimbangan, baik keseimbangan dari dimensi waktu yaitu waktu sekarang dan masa depan, maupun keseimbangan dari tujuan pembangunan atau dimensi kepentingan yaitu kepentingan keberlanjutan dari aspek ekonomi, lingkungan alam dan sosial-budaya. Oleh sebab itu, pembangunan pariwisata berkelanjutan juga harus menjalankan prinsip-prinsip keseimbangan tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembangunan pariwisata berkelanjutan adalah upaya melakukan pengelolaan kepariwisataan dengan merealisasikan prinsip pembangunan berkelanjutan, agar sumberdaya pariwisata selalu bernilai dari generasi ke generasi dan keseimbangan antara manfaat ekonnomi, kelestarian lingkungan alam, dan nilai sosial-budaya selalu terjaga. Ketiga prinsip dasar pariwisata berkelanjutan triple bottom lines di atas selanjutnya dikembangkan lagi menjadi 5 lima prinsip oleh UNWTO dengan mengacu pada Sustainable Development Goals SDGs dari UNDP di tahun 2015 yaitu prinsip keseimbangan antara People, Planet, Prosperity, Peace dan Partnership, yang sekarang dikenal dengan singkatan 5 Ps, dengan 17 indikator yang menyertainya. Berikut adalah penjabaran dari 5 Ps tersebut. People dalam SDGs, pembangunan di sektor apapun termasuk kepariwisataan harus bertujuan untuk menghentikan kemiskinan poverty dan kelaparan hunger, dalam segala bentuk dan dimensi apapun, dan juga untuk memastikan bahwa semua manusia memiliki kesetaraan dalam martabat dan dalam lingkungan yang sehat. Planet dalam SDGs, pembangunan di sektor apapun termasuk kepariwisataan harus bertujuan untuk melindungi planet atau sumberdaya alam beserta iklim yang dapat selalu mendukung kebutuhan generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Prosperity dalam SDGs, pembangunan di sektor apapun termasuk kepariwisataan harus bertujuan untuk memastikan bahwa semua manusia dapat menikmati kehidupan yang sejahtera, kebutuhan hidup yang terpenuhi, serta memastikan kemajuan ekonomi, sosial dan teknologi berjalan selaras dengan alam. Peace dalam SDGs, pembangunan di sektor apapun termasuk kepariwisataan harus bertujuan untuk menumbuhkan masyarakat yang menjungjung kedamaian, keadilan, dan inklusifitas tidak eksklusif. Partnership dalam SDGs, pembangunan di sektor apapun termasuk kepariwisataan harus bertujuan untuk menguatkan semangat solidaritas dan kolaborasi global, sehingga permasalahan lintas geografis dan lintas sektoral dapat ditanggulangi dengan baik. Indikator Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan Indikator pembangunan pariwisata berkelanjutan merupakan metrik yang digunakan untuk mengukur tingkat keberlanjutan sustainability dalam industri pariwisata. Indikator ini sangat berguna untuk dijadikan panduan oleh pengelola destinasi pariwisata baik di tingkat nasional, regional maupun lokal. Indikator yang sering digunakan oleh para pengelola destinasi pariwisata di dunia adalah indikator yang dikeluarkan oleh The Global Sustainable Tourism Council GSTC yang biasa disebut dengan kriteria GSTC-D. GSTC adalah organisasi internasional yang mengkampanyekan praktik pariwisata berkelanjutan di seluruh dunia. GSTC telah mengembangkan seperangkat kriteria destinasi untuk digunakan sebagai tolok ukur untuk mengukur kinerja keberlanjutan suatu destinasi. Kriteria ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai alat bagi destinasi untuk menilai kinerja keberlanjutannya, serta bagi konsumen dan para pemangku kepentingan pariwisata lainnya untuk mengevaluasi keberlanjutan suatu destinasi. Kriteria GSTC-D telah mengalami perbaikan, dan sekarang disebut dengan kriteria GSTC-D v2. GSTC-D v2 terdiri dari empat pilar yang berisi sub-sub pilar yaitu Pengelolaan berkelanjutan, terdiri dari struktur dan kerangka pengelolaan, pelibatan pemangku kepentingan, mengelola tekanan dan perubahan. Kebrlanjutan sosial-ekonomi, terdiri dari manfaat ekonomi lokal, kesejahteraan dan dampak sosial. Keberlanjutan budaya, terdiri dari perlindungan warisan budaya dan mengunjungi situs budaya. Keberlanjutan lingkungan, terdiri dari konversi warisan alam, pengelolaan sumberdaya dan pengelolaan limbah dan emisi. Gambar Kriteria GSTC-D v2 Sumber GSTC 2019 Untuk lebih lengkapnya, Indikator pembangunan pariwisata berkelanjutan berdasarkan GSTC v2 dapat di download di sini. Jenis-jenis Pariwisata Berkelanjutan Dalam berbagai referensi, terdapat banyak bentuk kegiatan pariwisata yang menggunakan prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan dengan memperhatikan keseimbangan antara ekonomi, lingkungan alam dan sosial-budaya. Bentuk-bentuk kegiatan pariwisata tersebut seperti Responsible Tourism pariwisata bertanggung jawab adalah kegiatan pariwisata yang intinya untuk membuat tempat yang lebih baik bagi orang untuk tinggal dan tempat yang lebih baik untuk dikunjungi orang. Pariwisata yang bertanggung jawab mensyaratkan bahwa operator, pelaku bisnis perhotelan, pemerintah, masyarakat lokal dan wisatawan dapat mengambil tanggung jawab serta mengambil tindakan untuk membuat kegiatan pariwisata lebih berkelanjutan Harold Goodwin, 2014. Nature Tourism adalah bentuk kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab yang khusus dilakukan di alam, yang bertujuan untuk melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal Texas Park & Wildlife, 2021 Equitable Tourism pariwisata berkeadilan adalah salah satu bentuk kegiatan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk menerapkan prinsip-prinsip perdagangan yang berkeadilan di bidang pariwisata dengan memperhatikan serangkaian kriteria yang menitikberatkan pada penghormatan terhadap penduduk setempat dan gaya hidup mereka, serta keberlanjutan kemajuan pariwisata bagi masyarakat setempat. Secara umum istilah “pembangunan pariwisata berkeadilan” berkaitan dengan distribusi kegiatan ekonomi dan akses ke destinasi lintas wilayah, bangsa atau wilayah regional-nasional Patsy Healey, 2002 dalam Saravanan & Rao, 2012. Accessible Tourism adalah adalah upaya berkelanjutan untuk memastikan tujuan wisata, produk, dan layanan dapat diakses oleh semua orang, terlepas dari batasan fisik atau intelektual, disabilitas atau usia mereka Departemen Ekonomi dan Sosial PBB, 2021. Appropriate Tourism adalah salah satu bentuk pariwisata yang tidak membahayakan masyarakat atau budaya, sepanjang tingkat pembangunan pariwisata sesuai’ dengan kebutuhan suatu negara atau daerah Singh, Theuns & Go, 1989. Ecological Tourism adalah pemanfaatan sumber daya alam sebagai produk pariwisata dengan menggunakan prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan. Ecotourism adalah bentuk ecological tourism dengan tujuan utama untuk melestarikan alam atau berinteraksi dengan spesies langka. Kegiatan ekowisata melibatkan unsur edukasi dan interpretasi, serta dukungan untuk meningkatkan kesadaran akan perlunya pelestarian sumberdaya alam dan budaya. Ekowisata harus memiliki konsekuensi minimal terhadap lingkungan dan juga harus berkontribusi kepada kesejahteraan penduduk setempat Juganaru, Juganaru & Anghel, 2021 Eco-Ethnotourism adalah bentuk ecotourism yang lebih fokus terhadap hasil karya manusia daripada alam, dan berupaya memberikan pemahaman atau edukasi kepada wisatawan tentang gaya hidup masyarakat lokal. Green Tourism atau Environmentally-friendly Tourism adalah bentuk kegiatan pariwisata yang dilakukan dengan cara yang ramah terhadap lingkungan. Soft Tourism selain bertujuan untuk pelestarian lingkungan alam dan perlindungan kesehatan manusia, bentuk pariwisata ini memiliki tujuan lain yaitu untuk tujuan sosial penghormatan terhadap adat istiadat, tradisi, sosial dan struktur keluarga penduduk setempat, dan untuk tujuan ekonomi distribusi pendapatan yang adil dan diversifikasi penawaran pariwisata Juganaru, Juganaru & Anghel, 2021. Rural Tourism adalah bentuk pariwisata yang dilakukan di daerah perdesaan desa wisata yang bertujuan untuk mengharmoniskan kebutuhan pariwisata dan pelestarian lingkungan alam dan sosial-budaya dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Community Tourism adalah bentuk pembangunan pariwisata yang difokuskan pada pelibatan penduduk lokal dan ditujukan untuk kesejahteraan mereka. Penduduk lokal memiliki kendali penuh atas pendapatan yang dihasilkan dari pariwisata, sebagian besar pendapatan ditujukan untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat, memberikan perhatian khusus terhadap lingkungan alam dan tradisi penduduk setempat. Bentuk pengembangan pariwisata ini seringkali dipadukan dengan pengembangan kegiatan produksi, seperti transformasi hasil pertanian atau workshop kerajinan, yang produknya terutama dijual kepada wisatawan Juganaru, Juganaru & Anghel, 2021. Pro-poor Tourism adalah bentuk pariwisata yang menghasilkan keuntungan bersih untuk masyarakat miskin. Keuntungan tersebut dapat bersifat ekonomi, sosial, lingkungan atau budaya. Pariwisata yang berpihak pada kaum miskin tidak secara spesifik mengacu pada pariwisata budaya atau etnis Bolnick, 2003. Agritourism adalah bentuk pariwisata yang memungkinkan interaksi antara wisatawan dengan pemilik atau pengelola pertanian di suatu daerah perdesaan dengan prinsip keberlanjutan. Interaksi tersebut menghasilkan suatu aktivitas wisata yang berbasis pertanian seperti perawatan hewan ternak, perawatan tanaman, kerajinan tangan, atau hiburan dan permainan. dan lain-lain. Referensi Bolnick, Steven 2003. Promoting the Culture Sector through Job Creation and Small Enterprise Development in SADC Countries The Ethno-tourism Industry. International Labour Organization Goodwin, Harold 2014. What is Responsible Tourism?. Tersedia Juganaru, I. D., Juganaru, M., Anghel A. Sustainable Tourism Types, Tersedia Https// Maksimeniuk, V., & Timakova, R. 2020. Revisiting the notion of “sustainable tourism” for legal regulation purposes in russian federation and republic of belarus. Les Ulis EDP Sciences. doi Panasiuk, A. red. 2011. Ekonomika turystyki i rekreacji Economics of tourism and recreation. Wydawnictwo Naukowe PWN Saravanan, A & Rao Y. Venkata 2012. Equitable Tourism Development Need For Strategic partnership. International Journal of Multidisciplinary Research, Issue 3. Singh, T. V. ; Theuns, H. L. ; Go, F. M. 1989. Towards appropriate tourism the case of developing countries. Frankfurt-am-Main Peter Lang Sirakaya, E., Jamal, T. and Choi, 2001, “Developing tourism indicators for destination sustainability”, in Weaver, Ed., The Encyclopedia of Ecotourism, CAB International, New York, NY, pp. 411-32. World Commission on Environment & Development WCED 1987, Our Common Future, Oxford University Press, Oxford. bagaimanakah prinsip pengembangan kegiatan pariwisata – Bagaimanakah Prinsip Pengembangan Kegiatan Pariwisata? Kegiatan pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi yang paling menonjol di seluruh dunia. Dengan meningkatnya minat masyarakat akan pariwisata, meningkatkan pengembangan kegiatan pariwisata menjadi hal yang penting. Dalam rangka meningkatkan kualitas layanan yang diberikan, penting bagi para pengembang untuk mengenali dan mengikuti prinsip-prinsip yang berlaku untuk pengembangan kegiatan pariwisata. Salah satu prinsip terpenting yang harus diikuti untuk pengembangan kegiatan pariwisata adalah memastikan bahwa semua kegiatan yang diusulkan adalah layak, ramah lingkungan dan tepat guna. Ini penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan tidak akan merugikan lingkungan atau masyarakat setempat, tetapi akan memberikan dampak positif. Selain itu, penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan adalah tepat sasaran. Ini berarti bahwa kegiatan yang diusulkan harus menarik bagi pasar yang dimaksudkan, dan harus berdasarkan pada preferensi dan kebutuhan pasar yang dimaksudkan. Prinsip ini juga berlaku untuk menghindari menciptakan kegiatan pariwisata yang tidak diinginkan oleh masyarakat setempat atau yang tidak relevan dengan pasar yang dimaksudkan. Ketiga, prinsip yang harus diikuti untuk pengembangan kegiatan pariwisata adalah memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan adalah komprehensif. Ini berarti bahwa semua aspek kegiatan pariwisata pada akhirnya harus terlibat; mulai dari seleksi tempat, perencanaan, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Hal ini penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan adalah benar-benar aplikatif dan dapat menghasilkan hasil yang diharapkan. Keempat, prinsip yang harus diikuti untuk pengembangan kegiatan pariwisata adalah memastikan bahwa kegiatan yang diusulkan mengutamakan keselamatan dan kesehatan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan tidak akan berbahaya bagi pelaku dan pengunjung. Akhirnya, prinsip yang harus diikuti untuk pengembangan kegiatan pariwisata adalah memastikan bahwa mereka menciptakan nilai ekonomi yang berkelanjutan. Ini penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat setempat, baik melalui peningkatan pendapatan lokal atau peningkatan peluang kerja. Secara keseluruhan, penting bagi para pengembang untuk mengenali dan mengikuti prinsip-prinsip yang berlaku untuk pengembangan kegiatan pariwisata. Ini penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan adalah ramah lingkungan, tepat guna, tepat sasaran, komprehensif, aman, dan menghasilkan nilai ekonomi yang berkelanjutan. Dengan memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan memenuhi prinsip-prinsip ini, maka pengembangan kegiatan pariwisata akan menjadi lebih efektif dan efisien. Rangkuman 1Penjelasan Lengkap bagaimanakah prinsip pengembangan kegiatan pariwisata1. Memastikan bahwa semua kegiatan pariwisata yang diusulkan adalah layak, ramah lingkungan dan tepat guna. 2. Memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan adalah tepat sasaran dan sesuai dengan preferensi dan kebutuhan pasar yang dimaksudkan. 3. Memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan adalah komprehensif. 4. Memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan mengutamakan keselamatan dan kesehatan. 5. Memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan menciptakan nilai ekonomi yang berkelanjutan. Penjelasan Lengkap bagaimanakah prinsip pengembangan kegiatan pariwisata 1. Memastikan bahwa semua kegiatan pariwisata yang diusulkan adalah layak, ramah lingkungan dan tepat guna. Pengembangan kegiatan pariwisata merupakan salah satu cara untuk meningkatkan jumlah wisatawan di sebuah daerah dan sekaligus meningkatkan perekonomian daerah tersebut. Kegiatan pariwisata yang baik harus dipastikan bahwa semua kegiatan yang diusulkan layak, ramah lingkungan dan tepat guna. Ini berarti bahwa setiap kegiatan pariwisata yang diusulkan harus memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan otoritas setempat. Untuk memastikan bahwa semua kegiatan pariwisata yang diusulkan layak, ramah lingkungan dan tepat guna, berbagai prinsip perlu diikuti. Pertama, kegiatan pariwisata harus menjaga lingkungan dan tidak merusaknya. Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan berbagai program pengelolaan lingkungan yang sudah ada. Program-program ini bisa berupa penggunaan energi bersih, pengelolaan sampah, pengelolaan air, dan lain sebagainya. Ini akan memastikan bahwa wisata di wilayah tersebut tidak merusak lingkungan dan bahwa wisatawan dapat menikmati pemandangan yang indah dan alam yang sehat. Kedua, kegiatan pariwisata harus didasarkan pada konsep tepat guna. Hal ini berarti bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan harus bertujuan untuk mendukung pembangunan daerah. Ini berarti bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan harus menghasilkan manfaat bagi masyarakat setempat dan juga meningkatkan kualitas hidup mereka. Kegiatan pariwisata yang diusulkan juga harus memiliki dampak positif bagi lingkungan, seperti meningkatkan jumlah pohon, mengurangi polusi, dan lain sebagainya. Ketiga, kegiatan pariwisata harus didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan sosial dan ekonomi. Kegiatan pariwisata harus menyediakan peluang kerja yang layak bagi masyarakat setempat dan juga harus menciptakan lapangan kerja yang adil. Ini berarti bahwa setiap orang yang terlibat dalam kegiatan pariwisata harus mendapatkan upah yang layak dan harus dihormati. Kegiatan pariwisata juga harus memastikan bahwa sebagian besar keuntungan yang diperoleh akan dialokasikan untuk pengembangan daerah dan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat. Keempat, kegiatan pariwisata harus didasarkan pada prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan. Kegiatan pariwisata yang diusulkan harus memastikan bahwa semua pengunjung yang datang ke daerah tersebut akan mendapatkan keselamatan dan kesehatan yang baik. Ini berarti bahwa semua fasilitas wisata harus memenuhi standar keselamatan dan kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Juga, semua kegiatan pariwisata harus dilakukan dengan cara yang aman dan menghormati hak asasi manusia. Kelima, kegiatan pariwisata harus menjaga budaya dan nilai-nilai adat setempat. Kegiatan pariwisata harus memastikan bahwa semua kegiatan yang diusulkan akan menghormati budaya dan nilai-nilai adat setempat. Ini berarti bahwa setiap kegiatan pariwisata harus memastikan bahwa kegiatan tersebut tidak akan mengganggu kebiasaan atau budaya setempat. Ini juga berarti bahwa kegiatan pariwisata harus memastikan bahwa semua jenis kegiatan yang diusulkan akan menghormati hak-hak asasi manusia yang berlaku di daerah tersebut. Kesimpulannya, untuk memastikan bahwa semua kegiatan pariwisata yang diusulkan layak, ramah lingkungan dan tepat guna, berbagai prinsip harus diikuti. Prinsip-prinsip ini termasuk menjaga lingkungan, didasarkan pada konsep tepat guna, didasarkan pada prinsip keadilan sosial dan ekonomi, didasarkan pada prinsip keselamatan dan kesehatan, dan menjaga budaya dan nilai-nilai adat setempat. Dengan memastikan bahwa semua kegiatan pariwisata yang diusulkan memenuhi semua prinsip ini, maka kegiatan pariwisata akan menjadi lebih layak, ramah lingkungan, dan tepat guna. 2. Memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan adalah tepat sasaran dan sesuai dengan preferensi dan kebutuhan pasar yang dimaksudkan. Pengembangan kegiatan pariwisata memerlukan prinsip yang jelas agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Prinsip ini memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan tepat sasaran dan sesuai dengan preferensi dan kebutuhan pasar yang dimaksudkan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan akan bermanfaat bagi semua pihak yang terkait, seperti wisatawan, pihak yang terlibat dalam pengembangan, dan masyarakat lokal. Dengan ini, semua pihak akan mendapatkan manfaat dari kegiatan pariwisata yang diadakan. Untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan tepat sasaran dan sesuai dengan preferensi dan kebutuhan pasar yang dimaksudkan, pengembang harus melakukan berbagai macam kajian. Kajian ini biasanya meliputi analisis permintaan pasar, analisis faktor ekonomi dan sosial, dan analisis kompetisi. Selain itu, pengembang juga harus mengumpulkan data tentang preferensi dan kebutuhan pasar yang dimaksudkan. Ini bisa melalui wawancara, survei, atau kajian lainnya. Data ini akan membantu pengembang untuk memahami dan memprediksi apa yang akan menarik para wisatawan dan pasar yang dimaksudkan. Setelah mengumpulkan data tentang preferensi dan kebutuhan pasar yang dimaksudkan, pengembang kemudian perlu menyusun rencana dan strategi kegiatan pariwisata yang tepat untuk pasar yang dimaksudkan. Rencana dan strategi ini harus memenuhi kebutuhan pasar dan menyesuaikan tren dan perkembangan di pasar yang dimaksudkan. Selain itu, pengembang juga harus memperhatikan peraturan, prosedur, dan aturan yang berlaku di pasar yang dimaksudkan. Dengan ini, pengembang bisa memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak menimbulkan masalah di masa depan. Kesimpulannya, prinsip pengembangan kegiatan pariwisata memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan tepat sasaran dan sesuai dengan preferensi dan kebutuhan pasar yang dimaksudkan. Prinsip ini diperlukan untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diadakan akan bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dan tidak menimbulkan masalah di masa depan. 3. Memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan adalah komprehensif. Kegiatan pariwisata adalah salah satu cara yang berguna untuk meningkatkan popularitas dan pendapatan daerah. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa setiap kegiatan pariwisata yang diusulkan adalah komprehensif dan memberikan manfaat yang signifikan bagi daerah. Prinsip pengembangan kegiatan pariwisata adalah sejumlah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan adalah komprehensif. Pertama, kegiatan pariwisata yang diusulkan harus mempertimbangkan berbagai aspek kegiatan pariwisata, termasuk tujuan, tujuan, manfaat, dampak, dan kebutuhan finansial. Hal ini penting untuk memastikan bahwa tujuan dari kegiatan pariwisata yang diusulkan dapat dicapai, dan bahwa manfaat yang diperoleh daerah melebihi biaya yang dikeluarkan. Dengan mempertimbangkan berbagai aspek kegiatan pariwisata, perencanaan yang lebih baik dapat dilakukan untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan adalah komprehensif. Kedua, prinsip pengembangan kegiatan pariwisata juga memerlukan keterlibatan berbagai pihak yang berkepentingan, termasuk pemerintah daerah, pemerintah pusat, pemangku kepentingan, pengelola kegiatan pariwisata, dan masyarakat setempat. Dengan keterlibatan pihak-pihak tersebut, dapat dilakukan pemahaman yang lebih mendalam mengenai berbagai aspek kegiatan pariwisata yang diusulkan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat setempat dan pemerintah daerah dan memberikan manfaat yang signifikan bagi daerah. Ketiga, pengembangan kegiatan pariwisata harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan. Selain itu, pertimbangan harus juga diberikan pada berbagai aspek lain seperti keamanan, kesehatan, infrastruktur, dan teknologi. Dengan mempertimbangkan berbagai aspek kegiatan pariwisata, perencanaan yang menyeluruh dapat dilakukan untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan adalah komprehensif dan memberikan manfaat yang signifikan bagi daerah. Secara keseluruhan, prinsip pengembangan kegiatan pariwisata harus dilakukan untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan adalah komprehensif. Prinsip ini melibatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai tujuan dan manfaat yang diharapkan dari kegiatan pariwisata yang diusulkan, serta keterlibatan berbagai pihak yang berkepentingan. Selain itu, prinsip ini juga memerlukan pertimbangan yang menyeluruh mengenai berbagai aspek sosial, budaya, ekonomi, lingkungan, keamanan, kesehatan, infrastruktur, dan teknologi. Dengan cara ini, perencanaan yang komprehensif dapat dilakukan untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat setempat dan pemerintah daerah dan memberikan manfaat yang signifikan bagi daerah. 4. Memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan mengutamakan keselamatan dan kesehatan. Keselamatan dan kesehatan sangat penting dalam kegiatan pariwisata. Oleh karena itu, salah satu prinsip pengembangan kegiatan pariwisata adalah memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan mengutamakan keselamatan dan kesehatan. Hal ini penting agar para wisatawan dapat merasakan manfaat yang diberikan oleh kegiatan pariwisata tanpa menimbulkan risiko yang berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan mereka. Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan para wisatawan, beberapa langkah harus diambil oleh pengembang kegiatan pariwisata. Pertama, pengembang harus memastikan bahwa lokasi pariwisata yang dipilih aman. Hal ini penting untuk memastikan bahwa para wisatawan tidak terkena bahaya yang berpotensi saat mengunjungi lokasi tersebut. Kedua, pengembang harus memastikan bahwa para wisatawan dapat mengakses lokasi pariwisata dengan aman. Hal ini penting untuk memastikan bahwa para wisatawan tidak terancam bahaya saat mencapai lokasi pariwisata. Ketiga, pengembang harus memastikan bahwa semua fasilitas yang ditawarkan di lokasi pariwisata aman untuk digunakan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa para wisatawan tidak mengalami cedera saat menggunakan fasilitas yang ditawarkan di lokasi pariwisata. Keempat, pengembang harus memastikan bahwa semua personel yang bekerja di lokasi pariwisata telah mendapatkan pelatihan yang memadai. Hal ini penting agar para wisatawan dapat merasa aman saat berinteraksi dengan personel yang bekerja di lokasi pariwisata. Kelima, pengembang harus memastikan bahwa semua pengelolaan alam lingkungan yang dilakukan di lokasi pariwisata aman. Hal ini penting agar lokasi pariwisata tetap aman untuk digunakan dan tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan dan keselamatan para wisatawan. Terakhir, pengembang harus memastikan bahwa semua kegiatan pariwisata yang diusulkan aman untuk dilakukan. Hal ini penting agar para wisatawan dapat menikmati kegiatan pariwisata yang diusulkan tanpa risiko yang berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan mereka. Memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan mengutamakan keselamatan dan kesehatan sangat penting. Dengan melakukan beberapa langkah tersebut di atas, pengembang kegiatan pariwisata dapat memastikan bahwa para wisatawan dapat menikmati manfaat yang diberikan oleh kegiatan pariwisata tanpa menimbulkan risiko yang berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan mereka. 5. Memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan menciptakan nilai ekonomi yang berkelanjutan. Pengembangan kegiatan pariwisata merupakan proses yang kompleks dan komprehensif yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pengunjung dan juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Proses ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, masyarakat lokal, dan pengunjung. Memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan menciptakan nilai ekonomi yang berkelanjutan merupakan salah satu prinsip pengembangan kegiatan pariwisata yang penting. Untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan menciptakan nilai ekonomi yang berkelanjutan, pihak berwenang harus mengidentifikasi berbagai potensi yang tersedia di daerah pariwisata dan membuat rencana yang memanfaatkan potensi untuk mengembangkan kegiatan pariwisata. Rencana harus memastikan bahwa segala bentuk pengembangan kegiatan pariwisata yang diusulkan tidak mengganggu kepentingan lingkungan dan masyarakat lokal. Selain itu, setiap kegiatan pariwisata yang diusulkan harus memiliki konsekuensi ekonomi yang berkelanjutan. Hal ini dapat dicapai dengan memastikan bahwa penggunaan dana yang tersedia, sumber daya lokal, dan penggunaan teknologi terbaru, dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dan juga meningkatkan peluang kerja. Masyarakat lokal juga harus diberdayakan untuk mengambil bagian aktif dalam kegiatan pariwisata, sehingga mereka dapat memanfaatkan kesempatan dan manfaat yang tersedia. Kemudian, setiap kegiatan pariwisata yang diusulkan harus menghasilkan pendapatan yang berkelanjutan selama bertahun-tahun. Hal ini dapat dicapai dengan menciptakan produk dan jasa pariwisata yang unik, bernilai tinggi, dan dapat diakses oleh pengunjung dari berbagai daerah. Hal ini juga harus memastikan bahwa pengunjung dapat menikmati pengalaman pariwisata yang dapat mereka ingat dan menikmati lagi. Selain itu, setiap kegiatan pariwisata yang diusulkan harus memastikan bahwa segala bentuk investasi yang dilakukan dapat menghasilkan keuntungan yang berkelanjutan bagi masyarakat setempat. Hal ini dapat dicapai dengan mengidentifikasi potensi yang tersedia di daerah pariwisata, mempromosikan produk dan jasa yang tersedia, dan membuat investasi yang tepat. Kesimpulannya, memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang diusulkan menciptakan nilai ekonomi yang berkelanjutan merupakan salah satu prinsip pengembangan kegiatan pariwisata yang penting. Untuk memastikan hal ini, pihak berwenang harus mengidentifikasi berbagai potensi yang tersedia di daerah pariwisata, membuat rencana yang memanfaatkan potensi, memastikan bahwa setiap kegiatan pariwisata yang diusulkan memiliki konsekuensi ekonomi yang berkelanjutan, membuat produk dan jasa pariwisata yang unik, bernilai tinggi, dan tersedia, dan juga memastikan bahwa segala bentuk investasi yang dilakukan dapat menghasilkan keuntungan yang berkelanjutan bagi masyarakat setempat.

bagaimanakah prinsip pengembangan kegiatan pariwisata